Jakarta (ANTARA News) - Detik-detik lampu merah di perempatan Kota Bekasi menjadi waktu yang berharga bagi belasan laki-laki dan perempuan dari beragam usia itu.

Mereka memulai aksinya tanpa rasa takut bergelantung dan berpindah-pindah dengan cepat dari satu angkutan umum ke angkutan lainnya dan menembus kepadatan lalu lintas untuk meminta belas kasihan pengendara motor dan mobil yang terkadang sudah tidak memedulikan kehadiran mereka.

Usia bocah-bocah yang disebut anak jalanan itu rata-rata tidak lebih dari tujuh tahun, sementara perempuan dan laki-laki dewasa yang kebanyakan penyandang cacat dan tuna netra itu memilih meminta-minta dengan menyusuri kendaraan yang sedang antri di lampu merah.

Pemandangan para pengemis dan anak jalanan di lampu-lampu merah itu sudah tidak asing lagi dan menjadi fenomena yang terjadi di kota-kota di Indonesia.

Kelompok masyarakat ini disebut sebagai masyarakat rentan, sering disebut sampah masyarakat, termasuk dalam kelompok tidak hanya pengemis dan anak-anak jalanan, tetapi juga perempuan yang terjebak dalam dunia prostitusi, penderita HIV/Aids, hingga waria.

Orang-orang tidak beruntung dan salah jalan yang selama ini dianggap sebagai sampah masyarakat sudah terlanjur ada dan banyak. Mereka adalah aset yang terabaikan.

Tentu saja mereka menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menanganinya, dibantu oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Lagi-lagi, kemiskinan dituding sebagai penyebab munculnya kelompok-kelompok rentan ini.

Mereka ini kelompok yang benar-benar membutuhkan bantuan langsung yang sudah benar-benar tidak berdaya, termasuk di dalamnya para penyandang cacat dan orang jompo.

"Mereka membutuhkan uang karena bila mereka diberi modal misalnya hewan ternak, jangankan untuk membeli makanan ternak, mereka sendiri saja sudah sulit memenuhi kebutuhan pokok", kata Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Sujana Royat.

Kelompok rentan atau sering disebut sampah masyarakat ini, termasuk kelompok klaster I dari tiga klaster program penanggulangan kemiskinan yang disiapkan pemerintah.

Pengucuran dana bantuan bagi kelompok rentan tersebut mirip dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang merupakan bantuan sosial sesuai perintah undang-undang.

Sedangkan program BLT meskipun bagus, tetapi sejak tahun 2010 sudah dihapuskan yang kemudian antara lain diganti dengan Program Keluarga Harapan (PKH) dan pada 2011 ini akan ditambah dengan PNPM Peduli.

Selain itu, kluster pertama menyediakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang dengannya maka pengeluaran keluarga akan berkurang. Jika pengeluaran di bidang pendidikan berkurang maka bisa dialokasikan untuk menutup kebutuhan yang lain.

Selain itu, di klaster pertama juga tersedia Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berupa pelayanan pengobatan gratis.

Sementara klaster II berbasis pemberdayaan masyarakat yang programnya kini dikoordinasikan oleh satu kementerian saja, sebab sebelumnya sebanyak 17 instansi masing-masing meluncurkan program pemberdayaan bagi masyarakat miskin.

Sejak 2007 program itu diberi nama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNMP) Mandiri.

"Sedangkan klaster III pemberdayaan usaha mikro dan kecil dengan memberikan kredit usaha rakyat (KUR)," katanya.

KUR, ujarnya, didanai bukan dari pemerintah tapi dana dari perbankan, namun, pinjamannya tidak memakai jaminan, karena jaminannya dari lembaga penjamin kredit. Dengan program ini berjuta orang bisa jalan usahanya dan membiayai hidup, ujarnya.

Kelompok Rentan
"Ada sekitar tiga juta orang yang terjebak dalam kelompok masyarakat rentan," kata Sujana Royat.

Untuk kelompok ini, pemerintah menyiapkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Peduli yang diperuntukkan bagi kalangan rentan yang diistilahkan sebagai "sampah masyarakat". Program ini berbentuk dana bantuan sosial bersyarat.

Program yang mengadopsi sistem BLT tersebut dirancang bagi masyarakat miskin yang memenuhi kualifikasi mendesak untuk dibantu, misalnya, penyandang cacat dan manula (manusia usia lanjut).

"Belum ada negara lain yang mempunyai program ini, Indonesia jadi yang pertama kali. Program ini akan diluncurkan 17 Februari mendatang," katanya.

Pengucuran dana bantuan tersebut akan disalurkan melalui Kementerian Sosial.

Sedangkan program BLT meskipun bagus, tetapi sejak tahun 2010 sudah dihapuskan yang kemudian diganti Program Keluarga Harapan (PKH). Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RSTM).

Untuk pelaksanaan PKH pemerintah menganggarkan Rp1,1 triliun dengan sasaran 720 ribu Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di 13 propinsi.

Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Dr Adang Setiyana menyatakan PKH akan diberikan kepada warga miskin, seperti untuk membantu ibu sedang hamil, tidak bisa menyekolahkan anak dan lain-lain.

Bedanya pelaksanaan PKH terus akan dimonitor pemakaiannya. Jadi tidak dilepas begitu saja seperti yang terjadi pada program BLT.

PKH bertujuan memutus mata rantai kemiskinan pada RTSM yang secara khusus untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM.

Juga meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil/nifas dan anak usia di bawah 6 tahun dari RTSM, meningkatkan angka partisipasi SD dan SMP bagi RTSM, serta meningkatkan aksesibilitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi RTSM.

Skenario bantuan PKH dengan memberikan bantuan sebesar Rp200 ribu per tahun, bantuan bagi RTSM memiliki ibu hamil, menyusui, anak balita sebesar Rp800 ribu per tahun, dan yang memiliki anak usia SD sebesar Rp400 ribu per tahun dan yang mempunyai anak usia SMP sebesar Rp800 ribu per tahun.

PKH ini disalurkan melalui Departemen Sosial bekerja sama dengan 11 instansi terkait, seperti Kemenkes, Kemendiknas, BPS, Pemprov, dan Pemkab.

Penentuan penerimaan PKH selanjutnya mendapat pengawasan dari BPKP dan dilaksanakan dengan sistem pendampingan dari mahasiswa lulusan d-3 atau S-1, katanya.

Pemberian dana PKH dilaksanakan setahun tiga kali, sehingga pendamping setiap tiga bulan harus memutakhirkan data penerima PKH seperti anak telah lulus SMP atau yang tidak bersedia sekolah akan dihapus, mereka yang tidak hamil atau tidak memiliki balita, maka bantuan dihapus.

PKH merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya mengurangi angka kemiskinan sesuai target pembanguan milenium (MDGs) pada 2015.

Terkait program BLT dan penggantinya itu, Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bambang Widiyanto menyayangkan adanya kritik yang menyebut bahwa program tersebut hanya membodohi rakyat.

"Sangat disayangkan memberi BLT Rp100 ribu per bulan kepada orang miskin saja dipersoalkan padahal memang masih banyak rakyat kita yang benar-benar rentan," katanya.

Pada 2005 ketika program BLT akan diluncurkan sebagai pengalihan subsidi BBM, sebesar 40 persen dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) hanya dinikmati oleh 20 persen orang terkaya, sementara orang miskin hanya menikmati lima persen saja dari subsidi BBM tersebut, ujarnya.

"Orang kaya mungkin menggunakan BBM sampai 200 liter sebulan dan itu berarti menghabiskan sampai Rp700 ribu per bulan. Sayangnya ketika BLT diberikan kepada orang miskin, pemerintah malah dikatakan membodohi rakyat," katanya.
(Z003)

Oleh Oleh Zita Meirina
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011