Biro Al Jazeera Kairo telah ditutup. Baru saja dikunjungi oleh keamanan pemerintah berpakain biasa, uplink TV ini sekarang ditutup

Kairo (ANTARA News) - Mesir, Minggu menghentikan liputan Al Jazeera mengenai demonstrasi massa terhadap rezim Presiden Hosni Mubarak, tapi siaran Arab-raya itu berjanji bahwa mereka tidak akan berdiam diri.

Menteri informasi yang akan mengakhiri masa tugas Anas al-Fikki "telah memerintahkan penghentian semua kegiatan Al Jazeera di Republik Arab Mesir dan pembatalan ijinnya", kantor berita resmi MENA melaporkan, sebagaimana dikutip dari AFP.

Kartu pers semua staf Al Jazeera di Mesir juga ditarik, kantor berita itu menambahkan.

Operator satelit Nilesat sementara itu menghentikan rilainya terhadap program Al Jazeera, meskipun saluran televisi yang bermarkas di Qatar itu masih dapat ditonton di Kairo melalui Arabsat.

Di Twitter, seorang wartawan Al Jazeera, Dan Nolan, menulis:

"Biro Al Jazeera Kairo telah ditutup. Baru saja dikunjungi oleh keamanan pemerintah berpakain biasa, uplink TV ini sekarang ditutup".

Dalam satu pernyataan, Al Jazeera menyampaikan "kekecewaan sekali pada blokade sinyal Nilesat-nya dan melihat itu sebagai upaya lebih lanjut untuk mengganggu dan merintangi siaran laporannya keluar dari Mesir".

Sebelumnya, Al Jazeera mengatakan penutupan operasinya di Mesir -- pada hari keenam protes jalanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sering keras -- dimaksudkan untuk "menyensor dan membungkam suara rakyat Mesir".

"Al Jazeera melihat itu sebagai aksi yang dirancang untuk melumpuhkan dan menekan kebebasan melaporkan oleh jaringan ini dan wartawannya," katanya.

"Al Jazeera menjamin audiensnya di Mesir dan di seluruh dunia bahwa mereka akan meneruskan lAporan-laporan mendalam dan komprehensif mengenai kejadian-kejadian yang berkembang di Mesir."

Saluran itu menambahkan, "Pada waktu kekacauan dan kerusuhan mendalam dalam masyarakat Mesir ini, penting sekali bahwa suara dari semua pihak didengar.

"Penutupan biro kami oleh pemerintah Mesir ditujukan untuk menyensor dan membungkam suara rakyat Mesir.

"Jaringan Al Jazeera terkejut pada serangan terakhir ini oleh rezim Mesir guna menyerang kebebasannya untuk melaporkan secara tidak memihak kejadian-kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya di Mesir," stasiun itu menambahkan.

Lebih dari 100 orang telah tewas sejak demonstrasi massa terhadap rezim Mubarak -- yang dipicu oleh pergolakan rakyat di Tunisia -- meletus Selasa lalu. Sementara bergerak untuk mengubah pemerintahnya, presiden menolak seruan untuk mundur.

Al Jazeera telah merevolusi media berbahasa Arab itu dan melaporkan mengenai Timur Tengah sejak didirikannya pada 1996.

Beberapa pengamat media memuji liputannya mengenai pergolakan bulan ini di Tunisia karena telah menyumbang pada jatuhnya penguasa dalam waktu lama negara Afrika Utara itu, Zine El Abidine Ben Ali.

Pekan lalu Al Jazeera membuat marah Pemerintah Otonomi Palestina ketika mereka mulai mengeluarkan yang pertama dari 1.600 berkas yang memerinci lebih dari satu dasawarsa pembicaraan damai antara Israel dan Palestina.

Dokumen itu menuduh bahwa juru runding Palestina telah menawarkan konsesi mengenai masalah-masalah sensitif seperti Jerusalem dan pengungsi.

Berkas itu juga menyatakan bahwa anggota-anggota Pemerintah Otonomi Palestina yang didominasi Fatah telah bekerja sama secara dekat dengan Israel dalam melawan Hamas, saingan Fatah yang lebih militan, yang menguasai Jalur Gaza.

Pada Desember, Kuwait menutup biro Al Jazeera di Kuwait City karena liputannya mengenai penggunaan pasukan polisi pada satu pertemuan umum. Al Jazeera membantah campurtangan dalam urusan Kuwait, mengatakan saluran itu hanya melakukan tugasnya.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011