"Saya masih beruntung bisa selamat dari musibah Kapal Ferry KMP Laut Teduh II, yang terbakar Jumat (28/1) dini hari setelah meloncat dari ketinggian tujuh meter," kata Munarni (35), seorang penumpang warga Bandarlampung.

Ia terombang-ambing beberapa jam di perairan Selat Sunda sambil memegang keras-keras potongan kayu mirip bekas kursi, sebelum ditemukan tim penolong.

Cuaca dingin dan gelap disertai rasa ketakutan atas derasnya gelombang dan tiupan angin kencang tidak membuat halangan bagi Munarni untuk menyelamatkan diri.

Munarni, yang bekerja sebagai buruh pabrik di salah satu perusahaan di Tangerang kala itu bermaksud pulang kampung untuk menengok kedua anaknya.

Kedua anaknya yang kini dititipkan kepada orangtuanya sedang sakit. Namun, kepulangan itu membuat dirinya nyaris tewas setelah Kapal Laut Teduh II yang ditumpanginya terbakar.

Munarni selamat bersama ratusan penumpang lainya, setelah mendapat pertolongan kayu bekas kursi itu.

Ia ditemukan tim penolong dari Kapal Tug Boat yang didatangkan dari Pelabuhan Merak.

Selama terombang-ambing di tengah laut ia tak henti-hentinya berdoa sambil mengingat anak-anaknya di Bandarlampung.

"Kami bersyukur bisa selamat dari musibah ini. Kami bisa kembali berkumpul dengan keluarga, walaupun sedikit luka-luka," kata Munarni saat ditemui di Rumah Sakit Krakatau Medika Cilegon.

Seandainya ia tidak menemukan kayu itu dipastikan menjadi korban terbakarnya Kapal Laut Teduh II.

Kemungkinan kayu itu dari orang-orang yang sebelumnya meloncat ke laut, namun kemudian terlepas. Sebab orang-orang berebut menggunakan rompi pelampung dan jumlahnya terbatas.

"Saya menduga kayu itu dari penumpang lain yang merusak kursi sebagai alat penyelamat," katanya.


Panik

Ia mengatakan, dirinya merasa panik setelah mendengar pengumuman anak buah kapal (ABK) bahwa kapalnya terbakar dan diminta penumpang menggunakan pelampung.

Namun, beberapa orang meloncat ke laut karena api cukup besar dan dinding kapal pun terasa panas.

Ia bersama ratusan penumpang panik dan langsung menceburkan diri ke laut pada suasana yang gelap gulita.

"Saya tidak ingat apa-apa dan spontan meloncat hingga terdapat potongan sebilah kayu itu. Saat berada di laut saya melihat bapak-bapak tenggelam," katanya.

Begitu pula penumpang yang selamat lainya, seperti dialami Caswadin (30).

Caswadin warga Bayulincir, Sumatra Selatan, masih beruntung mendapat rompi pelampung.

Rompi pelampung itu digunakannya untuk menyelamat dirinya, istri dan anaknya yang berusia 2,5 tahun.

Ia terombang-ambing di tengah laut sebelum mendapat pertolongan dari Kapal Roro.

Caswadin mengaku ia bersama isteri Siti Maryati (18), dan Laudisalam (2,5) anaknya kini merasa bersyukur setelah berada di RSKM Cilegon dalam kondisi selamat.

Sebetulnya, ia panik saat berebut rompi pelampung yang ada di kapal itu karena tidak sebanding dengan jumlah penumpang.

"Kami sangat trauma dan Minggu (30/1) ini akan melanjutkan pulang ke kampung halaman," katanya.

Sementara itu, Kepala Seksi Kesyahbandaran Administrator Pelabuhan Kelas I Banten, Thomas Chandra menjelaskan, data penumpang yang luka-luka 258 orang dan meninggal sebanyak 14 orang setelah ditemukan satu mayat di dalam bangkai kapal.

Kapal Laut Teduh II produksi 1990 mengangkut penumpang 440 orang dan kendaraan 93 unit menuju Pelabuhan Bakauheni.

Namun, sekitar 40 menit atau pukul 03.59 WIB setelah lepas dari Pelabuhan Merak terjadi musibah kebakaran yang diduga asal api dari kendaraan bus di dek kapal. (MSR/KWR/K004)

Oleh Oleh Mansyur
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011