"Ini ada kebijakan kita (Kementerian Hukum dan HAM/Kemenkumham), kita akan satukan semua tahanan Tipikor di (Rutan) Cipinang," kata Patrialis, usai meninjau Rutan Cipinang di Jakarta, Sabtu.
Alasan rencana penyatuan penempatan napi khusus tipikor di Rutan Cipinang, menurut dia, karena kondisinya baik dan representatif.
Ia mengatakan kapasitas Rutan Cipinang mencapai 252 orang napi, sedangkan saat ini baru terisi dengan 68 orang napi. "Jadi masih banyak yang kosong. Kebetulan Pak Yani (anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Ahmad Yani) juga lihat (kondisi Rutan Cipinang) ini masi ok".
Patrialis menegaskan bahwa kementeriannya berhak menentukan penempatan tahanan terutama, jika sudah berstatus narapidana.
"Kita sudah punya hak kalau status tahanan sudah narapidana, biar yang lain (rutan dan lapas) juga tidak over kapasitas," ujarnya, menegaskan.
Menteri dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan tidak ada masalah menjadikan satu terpidana kasus tipikor. "Kalau sudah putus ya tidak apa-apa, masak kita mau jahat melarang mereka saling komunikasi," lanjut Patrialis.
Kehadirannya di Rutan Cipinang pascapenahanan sembilan tersangka mantan anggota dewan Komisi IX periode 1999-2004 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan penerimaan suap atas pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, hanya untuk melihat kapasitas rumah tahanan tersebut.
"Saya ingin cek apa kapasitas memungkinkan atau tidak. Ternyata dari fakta di lapangan masih ada tempat di sini, jadi kebijakan untuk tahanan tipikor di Jakarta masih memungkinkan dijadikan satu," ujar dia.
Rencana kehadiran Patrialis ke Rutan Cipinang memang sudah diketahui para pencari berita, namun tidak diketahui kapan pastinya Menteri Hukum dan HAM ini masuk ke rumah tahanan tersebut.
Para wartawan baru ditemui Patrialis pada pukul 15.48 WIB, setelah menemui tahanan di Rutan Cipinang, termasuk sembilan tersangka kasus dugaan suap pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004.(*)
(T.V002/C004)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011