Menjadi merasa perlu bahwa stunting itu penting

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan hal yang dapat menjadi sebuah kunci untuk penuntasan masalah stunting (kekerdilan) berasal dari pola asuh yang diberikan oleh keluarga kepada anak.

“Kunci sukses dari penuntasan stunting, penurunan stunting adalah bagaimana keluarga bisa memberikan (pola) asuhan yang optimal kepada anaknya,” kata Hasto saat memberikan kata sambutan dalam webinar “Praktik Baik Upaya Percepatan Penurunan Stunting” yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Hasto menuturkan, anak berada di dalam posisi yang tidak berdaya untuk memilih ingin menjadi atau tidak ingin terlahir menjadi stunting. Sehingga pihak yang dapat menentukan anak dapat lahir stunting adalah lingkungan anak.

Terutama lingkungan yang paling dekat dengan anak tersebut yakni keluarga.

Menurut Hasto, saat ini tantangan yang sangat penting untuk diperbaiki dan dihadapi adalah merubah persepsi keluarga mengenai pemberian asupan gizi yang optimal pada anak. Karena pengetahuan terkait dengan gizi sebetulnya telah menjadi bagian fungsi keluarga di dalam memberikan perlindungan kepada anak dan keluarga.

Baca juga: Menko PMK: Stunting dan TBC tidak hanya terjadi di masyarakat miskin

Baca juga: BKKBN gandeng Kedutaan Finlandia atasi permasalahan stunting

Untuk dapat memperbaiki pola pikir keluarga mengenai pemberian asupan gizi itu, dia beranggapan penting untuk keluarga mendapatkan sebuah pengetahuan terkait dengan bagaimana melakukan pengasuhan pada anak yang baik dan benar.

“Tantangan kita sekarang ini adalah bagaimana demand creation masyarakat itu menjadi butuh, menjadi merasa perlu bahwa stunting itu penting dan stunting harus diatasi. Untuk menuju ke sana, memang pendidikan. Pengetahuan terkhusus bagaimana pengetahuan pengasuhan, bagaimana keluarga bisa menjalankan fungsi perlindungan ini menjadi sesuatu yang sangat penting sekali” ujar dia.

Lebih lanjut dia menyoroti fenomena dalam keluarga yang terjadi saat ini, yakni mengeluarkan pembiayaan belanja yang boros dan tidak tepat sasaran dalam pemberian gizi pada anak. Hasto menjelaskan kebanyakan barang yang dikonsumsi sebetulnya tidak mencerminkan makanan yang memiliki gizi seimbang.

Sehingga anak akan terlihat kenyang dan mendapatkan porsi makan yang banyak, namun sel-sel yang berada dalam tubuhnya masih kelaparan dan butuh asupan gizi yang lebih banyak.

Melalui fenomena tersebut, dia menegaskan penting untuk seluruh keluarga mendapatkan pembelajaran dalam menyikapi dan menyiapkan menu makan pada anak dalam kehidupan sehari-hari.

“Mereka konsumsi barang yang sebetulnya tidak mencerminkan gizi seimbang, sehingga tubuh anak kesannya kenyang, anak mendapatkan porsi kesannya banyak, tetapi sel-selnya dia kelaparan. Ini karena mindset kita dalam menyikapi menu sehari-hari juga perlu banyak mendapatkan pembelajaran,” tegas Hasto.

Baca juga: BKKBN resmikan tim koordinasi percepatan penurunan stunting

Baca juga: Gubernur NTT minta peneliti IPB bantu tangani kekerdilan

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021