Jakarta (ANTARA) - RUU Daerah Kepulauan yang sedang dibahas dinilai bisa membantu mengefektifkan pengelolaan pariwisata kawasan perairan yang terdapat di daerah Papua dan Papua Barat, agar semakin lebih bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas di sana.
"Dengan adanya UU tersebut akan merubah paradigma pengelolaan kawasan konservasi," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan ketika dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Abdi menyebut hal itu terkait pertanyaan bagaimana RUU Daerah Kepulauan bisa membantu pengelolaan kawasan perairan termasuk kelestarian terumbu karang seperti di Raja Ampat, Papua Barat.
Menurut dia, paradigma pengelolaan kawasan konservasi selama ini dinilai masih kerap menjadi beban bagi anggaran di daerah masing-masing, seperti kawasan yang ada di Papua dan Papua Barat.
Padahal, lanjutnya, kawasan konservasi seperti di daerah terumbu karang seharusnya dikelola secara profesional agar dapat menghasilkan pendapatan daerah serta bisa mandiri dalam pembiayaan kegiatan operasionalnya.
"Ubah paradigma pengelolaan kawasan konservasi yang selama ini beban, menjadi sumber pendapatan melalui pemanfaatan jasa kelautan," katanya.
Ia juga mengusulkan agar kegiatan bisnis seperti menyelam, pondok wisata dan kegiatan pariwisata lainnya bisa tumbuh dalam kawasan konservasi laut daerah.
Terkait konservasi kawasan perairan di Papua dan sekitarnya, KKP telah menandai kemunculan hiu paus yang muncul di perairan Kawasan Konservasi Daerah Kaimana, Papua Barat, seperti yang terjadi selama September 2021.
"Kami telah berikan bantuan pemerintah kepada unit pelaksana teknis daerah pengelola kawasan konservasi Kaimana berupa satu paket peralatan akustik tag dengan tujuan untuk mengetahui pola kedatangan hiu paus di kawasan konservasi Kaimana," kata Kepala Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong Santoso Budi Widiarto dalam rilis, Kamis (30/9).
Berkenaan munculnya hiu paus tersebut, Santoso menerangkan bahwa munculnya hiu paus terpantau dari bagan di perairan Kampung Maimai, Kaimana, sebanyak tujuh kali selama empat hari dengan empat individu yang berbeda.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan LPSPL Sorong bersama LSM yang bekerja sama dengan pemerintah daerah, sejak 2013 hingga saat ini telah teridentifikasi sebanyak 28 individu hiu paus di Kaimana.
Dari sebanyak 28 individu hiu paus tersebut, sebanyak 22 ekor di antaranya berkelamin jantan (78 persen), satu ekor betina (empat persen), sedangkan lima ekor lainnya (18 persen) belum teridentifikasi jenis kelaminnya melalui metode photo ID dan delapan di antaranya telah dipasangi finmount satellite tagging.
Ia mengingatkan bahwa hiu paus merupakan jenis ikan yang eksotik dan jinak. Apabila dikelola dengan baik, objek ini dapat memberikan manfaat yang lebih bagi masyarakat di sekitar perairan kawasan konservasi.
"Terlebih kemunculan hiu paus ini berkaitan erat dengan keberadaan bagan sebagai kegiatan perikanan tangkap sehingga untuk mendapatkan momen bertemu hiu paus sangat mudah. Tak hanya itu, kemunculan hiu paus di perairan kawasan konservasi Kaimana dapat menjadi identitas dan primadona kawasan konservasi setempat," paparnya.
Di sisi lain, agar tidak melebihi daya dukung sumber daya, Santoso juga menekankan perlunya pengaturan jumlah bagan yang beroperasi di kawasan konservasi dan pelibatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi secara langsung dalam pengelolaan sehingga dapat memberikan penghasilan bagi masyarakat.
Baca juga: DPR-Pemerintah perlu segera bahas RUU Daerah Kepulauan
Baca juga: Anggota DPD berharap RUU Daerah Kepulauan segera disahkan
Baca juga: Legislator: DPR dan pemerintah segera selesaikan RUU Daerah Kepulauan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021