Meletakkan NU sebagai bagian dari kekuasaan adalah pelanggaran perjuangan
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, sebagai kendaraan perjuangan, NU harus tetap "berplat hitam" atau menjadi milik ulama dan umat, tidak boleh menjadi kendaraan pihak lain.
"Sebagai kendaraan perjuangan, NU harus tetap sebagai kendaraan plat hitam. Bukan plat kuning atau plat merah," kata Hasyim di Jakarta, Rabu.
Kalau berplat kuning, kata Hasyim, NU akan terombang ambing, apalagi dalam suasana kebangsaan yang carut marut seperti sekarang.
Mengutip pernyataan (alm) KH Ahmad Siddiq, Hasyim mengatakan, NU ibarat kereta api yang jelas relnya, ke mana akan menuju, jelas masinis dan kondekturnya, jelas pula siapa penumpangnya dan siapa yang tidak boleh jadi penumpang karena belum punya karcis. Selain itu, stasiunnya juga jelas, kapan berhenti dan kapan berjalan.
"Tidak boleh menjadi taksi yang disewa orang seenaknya secara jam-jaman," kata Hasyim menirukan pernyataan mantan Rais Aam PBNU tersebut.
Sementara, lanjut Hasyim, jika berplat merah maka NU menjadi bagian dari pemerintah, padahal loyalitas mutlak NU kepada negara, bukan kepada pemerintah.
"Meletakkan NU sebagai bagian dari kekuasaan adalah pelanggaran perjuangan," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok tersebut.
Meski demikian, NU tidak boleh pula menjadi oposisi karena tidak akan bisa melaksanakan peran amar makruf atau menyeru kepada kebaikan, sementara jika menjadi bagian dari pemerintah, NU akan kesulitan menjalankan peran nahi mungkar atau mencegah terjadinya keburukan.
"Dukungan atau kritikan bersifat kasuistik, kalau benar didukung kalau salah ditolak atau dikritik. Dan, kritik yang dilontarkan NU atas suatu yang tidak benar adalah bentuk loyalitas kepada negara," katanya.
Dia mengatakan, sejak dahulu NU menjadi pemimpin gerakan moral kebangsaan lintas agama di Indonesia, dan semestinya hal itu tetap berlangsung hingga sekarang mengingat NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan dunia.
Menurutnya, keberadaan NU sebagai pemimpin gerakan moral kebangsaan sangat penting agar perjalanan lintas agama tidak salah metode.
"Sebaliknya, jika mengambil jarak dengan lintas agama, maka peluang untuk memimpin sudah tidak ada lagi, atau bahkan terisolasi," kata Presiden World Conference on Religions for Peace (WCRP) itu.(*)
S024/R010
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011