Biasanya dulu sesekali kami makan enceng gondok, tapi sekarang hampir setiap hari kami makan dengan lauk sayur enceng gondok

Jakarta (ANTARA News.) - Sejumlah nelayan di Marunda Jakarta Utara terpaksa menjadi pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari disebabkan cuaca ekstrem yang menyebabkan mereka tidak bisa melaut.

"Sudah sekitar tiga bulan terakhir kami tidak melaut. Kami melakukan apa yang kami bisa, ada yang memulung, menjadi buruh proyek atau mencari kerang," kata salah seorang nelayan di Marunda, Tiharom (35) di Jakarta, Selasa.

Keluh kesah nelayan tersebut disampaikan di kantor Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dalam jumpa pers mengenai cuaca ekstrem dan dampaknya terhadap nelayan.

Tiharom mengaku sangat prihatin dengan kondisi cuaca saat ini sehingga agar bisa tetap memenuhi kebutuhan keluarga mereka juga memaksakan diri untuk melaut di tengah cuaca buruk.

"Kami menyiasati dengan melaut pada saat cuaca sedikit membaik tapi hasilnya memang tidak maksimal bahkan sampai mempertaruhkan nyawa," katanya seraya menambahkan baru-baru ini ada rekan mereka yang hanyut akibat angin kencang.

Selain terpaksa mengumpulkan barang bekas dan pekerjaan lainnya, istri-istri nelayan termasuk anak mereka itu juga ikut membantu mencari uang tambahan misalnya dengan mengupas kerang.

Mereka juga menyiasati menghemat pengeluaran keluarga dengan mengkonsumsi enceng gondok untuk makan sehari-hari.

"Biasanya dulu sesekali kami makan enceng gondok, tapi sekarang hampir setiap hari kami makan dengan lauk sayur enceng gondok," tambahnya.

Abbas, (40) nelayan lainnya juga mengaku selama ini mereka belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.

Bahkan saat angin kencang merusak sekitar 30 rumah warga di kampung mereka beberapa waktu lalu sampai saat ini belum ada bantuan pemerintah.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebanyak 473.983 nelayan di 41 kabupaten/kota di Indonesia tidak melaut akibat terkena dampak cuaca ekstrem.
(D016/D009/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011