Langkah ini untuk memanfaatkan pasar saham guna memperoleh modal dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, kata Menteri BUMN Mustafa dalam acara Breakfast Meeting dengan BUMN Executive Club, di Menara Bank Tabungan Negara, di Jakarta, Selasa.
"Kami mendukung perusahaan untuk melakukan SPO (secondary public offering) untuk memaksimalkan pencarian dana investasi di pasar modal," katanya.
Menurut dia, SPO bisa menjadi opsi bagi perseroan yang ingin mencari pendanaan, selain pinjaman perbankan maupun menerbitkan obligasi.
Akan tetapi, SPO tersebut harus disesuaikan dengan aturan-aturan dan kententuan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan.
"BUMN harus menangkap peluang pencarian dana hingga dua bahkan tiga kali lipat melalui pasar modal. Emiten tidak bertambah, namun porsi saham BUMN di pasar modal dapat meningkat, sehingga mendorong gairah di pasar saham," ujarnya.
Hingga 24 Desember 2010, sebanyak 17 BUMN yang terdaftar di pasar modal sebagian besar memiliki pergerakan saham yang positif dalam satu tahun terakhir dengan kapitalisasi pasar hingga sekitar Rp819 triliun, atau menguasai sekitar 26 persen dari total kapitalisasi 421 perusahaan yang tercataqt di Bursa Efek Indonesia.
Mustafa mencontohkan, Bank BTN yang mencatatkan saham perdana (IPO) di BEI pada awal 2010, saat ini sudah memiliki harga saham yang cukup tinggi.
"Performa keuangan BTN terus membaik pasca IPO. Saat ini, BTN masih memiliki 15 persen saham yang dapat dilepas melalui SPO," katanya.
Menurut dia, perbankan yang melakukan SPO tentunya akan dapat memperkuat modal untuk meningkatkan rasio kecukupan modal (capital adequacy rasio) perusahaan.
Untuk itu, Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham BUMN akan mengajak BUMN Tbk untuk merealisasikan program SPO ini.
Terkait rencana SPO yang merupakan bagian dari aksi korporasi itu, Direktur Utama Bank BTN, Iqbal Latanro, menuturkan arahan tersebut merupakan opsi yang dapat dipertimbangkan perusahaan.
"Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tentu akan terbatasi oleh modal. Untuk meningkatkan ekspansi kredit yang cukup tinggi dibutuhkan modal yang cukup besar," kata Iqbal.
Meski begitu ia menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan modal dalam meningkatkan CAR tersebut, pihaknya sedang menjajaki kemungkinan menerbitkan obligasi, menerbitkan surat utang jangka menengah (medium term notes), dan melakukan sekuritisasi aset.(*)
(T.R017/A027)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011