Regulasi khusus dibutuhkan agar masing-masing produk HPTL dan konsumsinya dapat diatur sesuai profil risiko dan konsumen yang tepatJakarta (ANTARA) - Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menilai bervariasinya produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang beredar di pasar, perlu dibarengi dengan aturan yang sesuai sebab masing-masing produk HPTL memiliki profil risiko yang berbeda-beda.
Sekretaris Jenderal APVI Garindra Kartasamita mengatakan, saat ini variasi produk HPTL juga cukup banyak. Bukan hanya vape, tapi ada juga produk tembakau yang dipanaskan atau heated tobacco product (HTP), kantung nikotin, tembakau hirup dan lainnya.
"Regulasi khusus dibutuhkan agar masing-masing produk HPTL dan konsumsinya dapat diatur sesuai profil risiko dan konsumen yang tepat," ujar Garindra dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Berdasarkan data APVI, sampai dengan akhir tahun lalu, diperkirakan ada 2,2 juta lebih pengguna vape di Indonesia. Adapun jumlah outlet penjual mencapai 5 ribu toko. Kehadiran produk-produk HPTL dinilai tidak lepas dari adanya kebutuhan perokok dewasa akan pilihan produk yang memiliki risiko lebih rendah ketimbang rokok.
Seperti diketahui, Badan Standardisasi Nasional (BSN) saat ini tengah menggodok Standar Nasional Indonesia (SNI) HPTL untuk produk berupa nikotin cair atau liquid vape. Sebelumnya BSN juga telah menyelesaikan SNI HPTL untuk produk tembakau yang dipanaskan atau HTP.
Ketua Umum APVI Aryo Andrianto mengatakan, keberadaan SNI untuk produk-produk HPTL menandakan adanya kepastian bahwa produk-produk HPTL diproduksi dengan standar mutu tertentu. Adanya SNI juga dapat memberi jaminan bahwa produk tersebut aman untuk dikonsumsi.
"Bila tidak ada SNI, tentu tidak ada standar mutu. Standar ini dibuat untuk konsumen, untuk menunjukan bahwa produk yang lulus SNI adalah produk yang aman, sebagaimana konsumen ketahui bahwa produk HPTL merupakan produk yang lebih rendah risiko," ujar Aryo.
Selain dari aspek manufaktur, pemerintah sendiri saat ini juga tengah melakukan kajian terkait aspek fiskal alias penerimaan negara dari cukai HPTL. Selama ini peraturan cukai untuk HPTL masih menginduk dalam peraturan yang sama dengan produk tembakau konvensional, sehingga belum sepenuhnya menggambarkan perbedaan karakter dan risiko produknya.
Pemerintah tengah mengkaji penerapan skema tarif baru untuk memungut cukai HPTL. Dengan mengedepankan prinsip pengendalian produk, skema tarif cukai spesifik dinilai lebih tepat untuk menghitung beban cukai. Skema tersebut memungkinkan produk HPTL yang sangat beragam dapat diatur dengan tepat sesuai dengan profil risikonya.
Baca juga: Industri hasil tembakau butuh inovasi berbasis kajian ilmiah
Baca juga: Asosiasi harap tarif cukai hasil tembakau tak naik tahun depan
Baca juga: BSN rumuskan standar produk HPTL untuk lindungi konsumen
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021