Keputusan FIFA menjadikan Qatar sebagai tuan rumah, negara kecil kaya minyak di mana temperatur musim panas mencapai 43 derajat, menimbulkan berbagai pendapat kontroversial, sebagaimana dikutip dari AFP.
Tetapi Ketua UEFA Platini mengatakan kendati banyak tim Eropa melancarkan protes atas waktu pertandingan, ia melihatnya tidak ada masalah bila waktunya diubah.
"Bila kita bermain pada musim panas, pertandingan bisa jadi diadakan saat temperatur 55 derajat," kata mantan pemain kondang Prancis itu, yang pernah mendapat pujian ketika mengetuai babak final 1998.
"Karena alasan ini lah makanya saya setuju peralihan babak final itu ke musim dingin tetapi bukan berarti segala sesuatunya harus berubah," katanya.
"Itu semua tergantung kepada federasi dan klub dan hal terpenting semua ini harus dapat persetujuan dari FIFA, yang memiliki kata akhir tentang kalender kegiatan sepak bola dunia," katanya.
"Bila kita semua setuju untuk menunda kejuaraan domestik selama satu setengah bulan dari Desember ke Januari, maka bisa jadi akan jadi masalah besar, tetapi menurut saya itu semua tidak masalah," katanya.
Ketua FIFA Sepp Blatter sudah menyatakan keinginannya mengeser waktu babak final itu ke musim dingin, kendati ia mendapat perlawanan dari Ketua Konfederasi Sepak Bola Asia Mohamed Bin Hammam.
Bin Hammam mengatakan kepada Sky News dalam wawancara 14 Januari, ia merasa "tidak terkesan" dengan saran Blatter itu.
Ia juga mnanggapi ucapan Platini pada awal Januari bahwa turnamen 2022 itu bisa jadi merupakan "Piala Dunia Teluk", yang pertandingannya diadakan di beberapa negara di seputar Qatar.
Komentar dari Bin Hammam itu mengundang spekulasi tentang Blatter, yang kemungkinan merupakan adanya salah satu rencana Qatar tentang pemilihan ketua FIFA akhir tahun ini.
(ANT/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011