Makassar (ANTARA News) - Degradasi terumbu karang yang saat ini masih terus berlangsung dan tidak lagi bisa diatasi hanya dengan kearifan lokal dan pengelolaan tradisional saja tanpa memahami dinamika ekologisnya.

Degradasi itu hanya dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang strategis dan komprehensif berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan terdepan (frontier of sciences), ucap Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa, MSc dalam orasi penerimaan jabatan Guru Besar Universitas Hasanuddin di Makassar, Senin.

Dalam orasi berjudul "Terumbu karang Indonesia di tengah globalisasi dan ancaman pemanasan global" di dalam rapat Senat Terbuka Luar Biasa Unhas dipimpin Rektor/Ketua Senat Unhas Prof Dr dr Idrus A Paturusi, Jamaluddin Jompa mengatakan, terumbu karang Indonesia secara alamiah telah ditakdirkan menjadi pusat segitiga karang dunia, yang bukan hanya terluas, melainkan juga tertinggi tingkat keanekaragaman hayati lautnya di seluruh perairan laut yang ada di planet bumi ini.

"Globalisasi dan perubahan iklim adalah fakta yang tidak bisa dihindari, sehingga pengelolaan ekosistem terumbu karang pun harus merespon perubahan-perubahan peluang dan tantangan tersebut," ujar guru besar Ekologi Terumbu Karang Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas tersebut.

Dia menyebutkan, secara umum, minimal ada lima solusi yang strategis untuk pengelolaan terumbu karang Indonesia ke depan. Pertama mengurangi/mengatasi berbagai penyebab kerusakan/tekanan ekosistem. Kedua, menerapkan sistem pemanfaatan sumberdaya terumbu karang berbasis ekosistem. Ketiga, memelihara/meningkatkan ketahanan ekosistem (ecosystem resilience). Keempat, membangun jejaring kawasan konservasi laut yang berkualitas. Kelima, pengelolaan yang adaptif termasuk adaptasi perubahan iklim.

Menurut Jamaluddin, ekosistem memang dikenal sangat produktif, sehingga terumbu karang yang sehat bisa menghasilkan ikan karang yang lestari sekitar 30 metrik ton per km2/tahun. Namun demikian, akibat tekanan yang berlebihan melewati daya dukung tdua ton per km2/tahun.

"Dengan memahami dan menerapkan pemanfaatan berbasis ekologis, maka terumbu karang Indonesia yang luasnya sekitar 70.000 km2, sungguh merupakan potensi besar bagi perekeonomian nasional," kala lulusan doktor Ekologi Terumbu Karang, James Cook University, Australia 2001 tersebut.

Kemampuan ekosistem mempertahankan dan memulihkan diri dari berbagai tekanan, termasuk akibat pemanasan global, sangat tergantung dari kesehatan ekosistem terumbu karang itu sendiri. Keseimbangan bio-ekologis dari unsur-unsur pembentuk ekosistem terumbu karang merupakan salah satu kunci yang sangat penting.

Salah satu strategi pengelolaan sumberdaya perikanan internasional yang terbukti dapat menjaga keseimbangan ekologis secara efektif adalah melalui pengembangan kawasan konservasi. Keseimbangan ekologis ini terbukti memberi manfaat yang besar terhadap perbaikan dan pemulihan populasi organism terumbu karang, bukan hanya di dalam kawasan konservasi, melainkan juga di sekitar, bahkan di luar kawasan konservasi.

"Hal ini dimungkinkan karena sifat ekosistem laut yang memiliki keterhubungan yang sangat kuat antara berbagai habitat dengan jarak yang relatif jauh," kata guru besar ke-270 Unhas yang sudah menyampaikan orasi penerimaan jabatannya. (AAT/F003/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011