Istanbul (ANTARA News/AFP) - Israel menggunakan kekuatan berlebihan dalam serangan terhadap kapal yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza yang menewaskan sembilan aktivis Turki, demikian hasil penyelidikan yang diumumkan Turki, Minggu.
Kesimpulan awal penyelidikan itu mengatakan, "Militer Israel menggunakan kekuatan berlebihan terhadap kapal Mavi Marmara."
Hasil penyelidikan itu diumumkan Minggu, bertepatan waktunya dengan pengumuman Israel mengenai hasil penyelidikannya sendiri terkait dengan insiden pada Mei lalu itu.
"Kekuatan yang digunakan untuk menyergap Mavi Marmara melampaui batas yang sesuai dan diperlukan," kata dokumen hasil penyelidikan tersebut.
Komisi penyelidik yang dibentuk Turki tahun lalu itu mewawancarai para aktivis Turki dan asing dalam armada kapal bantuan tersebut.
Laporan awal komisi itu mengecam serangan yang tidak proporsional itu dan mendesak Israel membayar ganti-rugi kepada keluarga korban.
Minggu, komisi Israel juga mengumumkan hasil penyelidikan mereka sendiri dan mengatakan, tindakan Israel terhadap kapal bantuan itu "sah sesuai dengan aturan hukum internasional".
Israel menjadi sorotan dunia setelah serangan mematikan terhadap armada kapal bantuan tujuan Gaza pada Mei.
Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.
Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya sebagai bias dan mendukung satu pihak dan menekankan bahwa mereka bertindak sesuai dengan hukum internasional.
Pasukan komando Israel menyerbu kapal-kapal dalam armada bantuan yang menuju Jalur Gaza pada 31 Mei. Sembilan aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam serangan di kapal Turki, Mavi Marmara, yang memimpin armada kapal bantuan itu menuju Gaza.
Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan, namun penyelenggara armada kapal itu menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.
Hubungan Israel-Turki terperosok ke tingkat terendah sejak kedua negara itu mencapai kemitraan strategis pada 1990-an akibat insiden tersebut.
Turki memanggil duta besarnya dari Tel Aviv dan membatalkan tiga rencana latihan militer setelah penyerbuan itu. Turki juga dua kali menolak permohonan pesawat militer Israel menggunakan wilayah udaranya.
Setelah serangan itu, Mesir, yang mencapai perdamaian dengan Israel pada 1979, membuka perbatasan Rafah-nya untuk mengizinkan konvoi bantuan memasuki wilayah Gaza -- kalangan luas melihatnya sebagai upaya untuk menangkal kecaman-kecaman atas peranan Mesir dalam blokade itu.
Kairo, yang berkoordinasi dengan Israel, hanya mengizinkan penyeberangan terbatas di perbatasannya sejak Hamas menguasai Gaza pada 2007.
Di bawah tekanan-tekanan yang meningkat, Israel kemudian meluncurkan penyelidikan bersama dua pengamat internasional atas serangan itu. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendorong penyelidikan terpisah PBB dengan keikutsertaan Israel dan Turki.
Israel juga mengendurkan blokade terhadap Gaza dengan mengizinkan sebagian besar barang sipil masuk ke wilayah pesisir tersebut.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011