Publik haus akan prestasi, rindu akan kualitas dan menginginkan sepakbola Indonesia berjaya kembali seperti era era 60 hingga 80-an
Padang (ANTARA News) - Pakar Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Padang (UNP), Sumatera Barat, Prof Dr Phil Yanuar Kiram mengingatkan para politisi dan para pengurus cabang olahraga yang ada di Indonesia untuk tidak menggiring kegiatan olahraga ke ranah politik, maupun kepada kepentingan pribadi dan kelompok.
"Carut marut yang terjadi terkait dengan kondisi olahraga di Indonesia saat ini, khususnya sepakbola terjadi akibat melarutnya unsur kepentingan pribadi dan golongan dalam kancah keolahragaan itu," katanya yang juga menjabat sebagai Pembantu Rektor 1 UNP Bidang Kademik UNP, saat menjawab ANTARA di Padang, Jumat.
Ia menyebutkan, olahraga merupakan kegiatan sportifitas, lahir dan besar dengan semangat kebersamaan dan tidak pernah berprestasi atasnama pribadi ataupun kelompok, melainkan atas kerjasama tim, untuk itu sangat tidak pantas jika mengatasnamakan pribadi ataupun kelompok dalam prestasi olahraga.
Menurutnya, protes yang gencar terjadi di masyarakat terhadap kepengurusan PSSI saat ini merupakan puncak kekecewaan publik pada minimnya prestasi persepakbolaan Indonesia.
"Publik haus akan prestasi, rindu akan kualitas dan menginginkan sepakbola Indonesia berjaya kembali seperti era era 60 hingga 80-an," katanya.
Namun, sejenak impian publik itu akan terwujud, campur tangan dan kepetingan mulai menjamah olahraga rakyat itu, bahkan berbagai pihak mulai mencantolkan namanya atas keberhasilan Timnas melenggang ke final beberapa waktu lalu.
Secara moril, lanjutnya, ini menjadi tekanan berat bagi tim yang tengah mengusung nama bangsa, bukan nama pribadi atau nama kelompok/organisasi tertentu.
"Akhirnya impian masyarakat Indonesia kembali kandas," katanya.
Jika dikatakan persepakbolaan Indonesia sudah menuju keberhasilan, kita terlalu cepat berbangga hati, katanya.
Keberhasilan itu perlu perbandingan, dan selayaknya prestasi yang ada saat ini harus dibandingkan dengan prestasi pendahulu sepakbola Indonesia di era 60 hingga 80-an itu, dalam hal ini lebih ditekankan kepada kepengurusan PSSI, katanya.
"Pemain tentu telah berusaha seoptimal mungkin membangkitkan kembali prestasi itu, nah, jangan sampai momen ini dimanfaatkan untuk manaikkan citra orang-orang atau kelompok tertentu," tegur Ketua DPD Ikatan Sarjana Olahraga Republik Indonesia (ISORI) dan Iluni, Sumbar itu.
Ia kembali mengingatkan, agar semua pengurus cabang olahraga untuk tetap konsisten pada semangat olahraga dan menjunjung tinggi nilai sportifitas.
Keberhasilan olahraga yang dicapai bukan semata-mata keberhasilan seseorang namun keberhasilan tim.
Selain itu, tubuh PSSI, menututnya harus segera berbenah sebelum kekecewaan publik semakin bertambah. Transparansi dalam kepengurusan dan hal-hal yang berkaitan dengan informasi atau konsumsi publik jangan disembunyikan.
"Tansparan dan berjelas-jelas, itu yang diinginkan publik. Jika memang tidak mampu mengemban amanah dengan baik dan sesuai aturan, akui saja, toh publik juga bisa menilai itu mana yang berhasil dan mana yang gagal," kata Anggota Dewan Kehormatan KONI Sumbar itu.
Sebuah kosekuensi jabatan adalah berhasil atau tidak. Jika tidak, maka lebih baik mundur sajalah dari jabatan. Itu yang dinamakan sportif, katanya.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011