Hanya karena kejadian kecil yang dilakukan satu bintara dan dua tamtama saya harus menjelaskan pada dunia, PBB negara Eropa dan Amerika tentang insiden itu

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta insiden penganiayaan warga sipil oleh oknum TNI di Papua dituntaskan agar tidak mencoreng citra TNI dalam penegakan Hak Asasi Manusia.

"Saya minta ditertibkan, dan diberikan sanksi kepada yang bersangkutan yang melakukan pelanggaran," katanya saat memberikan pengarahan pada Rapat Pimpinan TNI/Polri 2011 di Jakarta, Jumat.

Kepala Negara meminta agar kasus itu dituntaskan secara transparan dan akuntabel.

Presiden menekankan, meski insiden itu berskala kecil namun berdampak luas hingga menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara-negara Eropa dan Amerika.

"Hanya karena kejadian kecil yang dilakukan satu bintara dan dua tamtama saya harus menjelaskan pada dunia, PBB negara Eropa dan Amerika tentang insiden itu," ungkap Kepala Negara.

Presiden menegaskan,"Waktu habis untuk menjelaskan dan mengatasi itu. Padahal, insiden itu merupakan insiden kecil sejak 2004 dimana tidak ada lagi kasus-kasus pelanggaran HAM berat oleh TNI/Polri,".

"Saya sungguh-sungguh prihatin dengan beberapa kasus-kasus hukum dan pelanggaran HAM di Papua," ungkap Yudhoyono menegaskan.

Terkait itu, Presiden meminta TNI untuk lebih memberikan pemahaman tentang hukum-hukum humaniter dan perang sesuai Konvensi Jenewa agar tidak terjadi lagi kasus-kasus pelanggaran HAM.

"Dalam sebuah pertempuran tidak boleh ada penghancuran rumah ibadah, kecuali jika rumah ibadah itu digunakan musuh untuk menyerang," katanya.

Perlakukan warga sipil non-kombatan layaknya warga sipil. "Mereka bukan tentara musuh, bukan penjahat," kata Yudhoyono.

Pemahaman dan pengetahuan tentang hukum perang dan HAM harus terus dilatihkan kepada setiap prajurit TNI dan Polri. "Ini tugas kapten dan letnan untuk melatih dan memberikan pemahaman yang benar tentang hukum perang dan HAM," tutur Presiden Yudhoyono.

Persidangan

Oditur Militer di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kamis (20/1) menuntut tiga anggota TNI dengan hukuman 9-12 bulan penjara. Ketiganya dinilai terlibat kasus video penganiayaan terhadap dua warga Papua di Kampung Gurage, Distrik Tinggi Nambut, Kabupaten Puncak Jaya.

Tiga anggota kesatuan Pam Rawan Yonif 753/Arga Vira Tama tersebut dituntut setelah dinilai terbukti melakukan pelanggaran tidak menjalankan perintah atasan pada saat menjalankan tugas di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Persidangan Serda Irwan Riskyanto yang merupakan Wadan Pos gurage, Pratu Yakson Agu, dan Pratu Thamrin Mahangiri itu dipimpin oleh Hakim Ketua Letkol Chk Adil KaroKaro.

Dalam persidangan itu, Oditur Militer Mayor Soemantri BR menuntut terdakwa Serda Irwan Riskyanto dengan tuntutan 12 bulan penjara.

Irwan dinilai melawan perintah atasan dan membiarkan terjadinya pelanggaran.

Selain itu juga harus membayar biaya persidangan Rp15.000 karena terbukti melanggar Pasal 103 ayat 1 juncto ayat 3 ke 3 KUHPM. Dan lebih berat karena terdakwa merupakan Wadan Pos.

Sedangkan dalam persidangan terpisah, masih kasus yang sama, Oditor Militer Letkol Chk Edy Imran menuntut terdakwa Pratu Yaksin Agu dengan tuntutan 10 bulan penjara, karena dinilai melawan perintah atasan.

"Terdakwa Pratu Yakson Agu dituntut 10 bulan penjara dipotong masa tahanan sementara. Juga harus membayar biaya persidangan sebesar Rp0.000, karena terbukti melanggar Pasal 103 ayat 1 juncto ayat 3 ke 3 KUHPM," ujar Edy Imran.

Sementara, Pratu Thamrin Mahangiri hanya dituntut 9 bulan penjara setelah terbukti melakukan pelanggaran tidak mentaati perintah atasan dan dikenai Pasal 103 ayat 1 juncto ayat 3 ke 3 KUHPM


Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011