"Untuk itu, diperlukan sebuah UU keinsinyuran agar insinyur dapat mempertanggungjawabkan keprofesiannya, jadi kalau terjadi kerusakan tidak hanya sekadar dianggap akibat alam semata," kata Sekretaris Jenderal PII, Heru Dewanto, di Jakarta, Kamis petang, setelah rapat dengar pendapat umum dengan Komisi V DPR RI.
Ia mengatakan, malpraktek tidak semata mungkin dilakukan oleh profesi dokter tetapi juga profesi keinsinyuran.
Oleh karena itu, masyarakat perlu mendapat perlindungan setelah menggunakan jasa keinsinyuran para insinyur di tanah air.
"Selain itu, UU diperlukan untuk mengatur hak dan kewajiban insinyur-insinyur termasuk pendidikan dan lisensi kerja," katanya.
Menurut dia, saat ini belum diatur dengan baku standar pendidikan profesi insinyur dan standar pembinaan profesi sehingga masih sulit bagi lulusan teknik di perguruan tinggi di Indonesia untuk bersaing di kancah global.
Ia berpendapat sudah saatnya ada UU keinsinyuran yang di dalamnya mengatur tentang pendidikan profesi bagi sarjana teknis, resgistrasi insinyur, sertifikasi insinyur profesional, dan registrasi insinyur profesional yang telah bersertifikat.
Selain itu perlu ada penyelenggaraan lisensi kerja meliputi izin kerja, hak dan kewajiban insinyur dan insinyur profesional, hak dan kewajiban pengguna jasa, serta standar pelayanan.
Pihaknya telah mengusulkan pembahasan UU Jasa Konstruksi dan RUU Keinsinyuran kepada Komisi V DPR RI.
Khusus untuk UU Jasa Konstruksi setelah 11 tahun, tujuan UU tersebut dinilai belum tercapai bahkan sukar dicapai dengan pola pengaturan yang ada saat ini.
"Kami mengusulkan beberapa revisi termasuk redefinisi konstruksi, rekonsepsi, reorientasi, restrukturisasi, hingga reposisi infrastruktur kelembagaan," katanya.(*)
(T.H016/M012/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011