Washington (ANTARA News/AFP) - Washington dan Beijing ingin Korea Utara mengakhiri "provokasi lebih lanjut", kata Presiden AS Barack Obama, Rabu, setelah pertemuan puncak dengan Presiden China Hu Jintao.
"Kami menghargai penurunan ketegangan di semenanjung Korea dan Korea Utara harus menghindari provokasi lebih lanjut," kata Obama pada jumpa pers bersama di Gedung Putih dengan Hu.
Obama mengatakan, ia dan Hu "sepakat bahwa tujuan utamanya adalah denuklirisasi semenanjung Korea".
"Berkaitan dengan hal itu, masyarakat internasional harus terus menegaskan bahwa program pengayaan uranium Korea Utara melanggar komitmen dan kewajiban internasional Korea," kata Obama.
Hubungan antara kedua negara Korea memburuk ke tingkat terendah setelah pada November pasukan artileri Korea Utara melepaskan tembakan ke pulau Yeonpyeong dekat perbatasan laut yang disengketakan kedua negara itu, menewaskan empat orang Korea Selatan -- dua marinir dan dua warga sipil -- dalam pemboman pertama ke sebuah daerah sipil sejak Perang Korea 1950-1953.
Serangan itu, yang juga melukai 15 marinir Korea Selatan serta tiga warga sipil dan menghancurkan 19 rumah, telah menambah kekhawatiran mengenai konflik di semenanjung Korea yang sudah tegang.
China adalah sekutu utama Korea Utara. Meski negara-negara besar dunia mengecam Pyongyang atas insiden mematikan itu, Beijing lagi-lagi bungkam, seperti juga ketika Korea Utara disalahkan atas penenggelaman sebuah kapal perang Korea Selatan pada Maret.
Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo kapal perang Seoul itu, yang menewaskan 46 orang.
Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan perang provokatif Korea Selatan yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut.
Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.
Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam pada 26 Maret di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.
Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.
Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.
Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.
Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.
Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".
Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.
"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.
Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011