Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan perlu adanya peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) mengenai pentingnya penggunaan kontrasepsi.

"KIE itu penting sekali karena terbukti bahwa tingkat putus pakai kontrasepsi karena adanya keluhan-keluhan efek samping dan itu ada 33 persen dan itu sebenarnya efek samping yang masih bisa dijelaskan dan bisa diterima, karena ia tidak tahu akhirnya ia putus pakai, ini yang harus kita hindari," ujar dr. Hasto dalam webinar "Hari Kontrasepsi Sedunia 2021" pada Rabu.

Baca juga: BKKBN lakukan sejumlah cara guna tingkatkan pemakaian alat kontrasepsi

Dia mengatakan bahwa total peserta aktif KB di Indonesia saat ini mencapai 36.8 juta jiwa. Namun, hanya 57 persen dari perempuan usia subur yakni 15-49 tahun yang telah menikah yang menggunakan metode kontrasepsi moderen, sedangkan 34 persen pengguna KB berhenti menggunakan kontrasepsi karena alasan efek samping.

Beberapa efek samping yang membuat seseorang memutuskan untuk berhenti menggunakan alat kontrasepsi adalah berjerawat, rasa mual, sakit kepala, menstruasi tidak teratur, peningkatan berat badan, kram perut dan lainnya.

Lebih lanjut dr. Hasto menjelaskan melakukan program keluarga berencana berpengaruh pada kualitas Sumber Daya Manusia di masa depan. Karena jika terjadi ledakan penduduk karena banyaknya angka kelahiran yang tidak diinginkan, akan menjadi beban negara.

"Ingat ketika penduduknya surplus maka kualitasnya harus bagus, karena kalau kualitasnya tidak bagus akan jadi beban negara, akan ada kerawanan sosial, akan ada kemiskinan dan juga ancaman bagi negara," kata dr. Hasto.

"Maka sekali lagi, surplus usia produktif harus diikuti dengan kualitas SDM yang unggul. Ingat juga 80 persen kemajuan suatu bangsa, ditentukan oleh SDM. Inilah peran kontrasepsi dalam mengantarkan kualitas SDM yang baik," imbuhnya.

Lebih lanjut dr. Hasto mengatakan pemberian edukasi mengenai pentingnya penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk menjaga jarak kelahiran dan mencegah anak stunting.

Sebab, jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat mempengaruhi kondisi kehamilan, kelahiran, kesehatan ibu dan anak serta kurang gizi pada anak yang berpengaruh pada perkembangan anak khususnya di 1000 hari pertama sehingga dapat menimbulkan stunting dan berat badan kurang.

"Itulah pentingnya melakukan konseling, kalau mau melahirkan anak jaraknya harus diatur, karena jarak itu sangat menentukan kualitas anak dan kualitas kesehatan ibunya sehingga kita promosi untuk penggunaan alat kontrasepsi itu harus terus dilakukan," kata dr. Hasto.


Baca juga: BKKBN: Pemakaian alat kontrasepsi pasca persalinan harus digencarkan

Baca juga: BKKBN targetkan 70 persen ibu ikuti program KB pascapersalinan

Baca juga: Telemedisin tingkatkan akses wanita ke layanan kesehatan & kontrasepsi

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021