Jakarta (ANTARA News) - Para tokoh lintas agama akan terus mengawal dan menuntut dialog dengan pemerintah sebagai respon terhadap kritikan yang dilayangkan oleh mereka.
Usai dialog antara para tokoh lintas agama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Selasa dini hari, Ketua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe mengakui dialog berlangsung lebih dari 4 jam itu belum memasuki susbtansi kritikan yang diajukan oleh para tokoh lintas agama.
Karena itu, Andreas memandang dialog tersebut sebagai langkah awal dan bukan tahap akhir.
"Kita akan kawal terus dan akan tuntut untuk terus berdialog," ujarnya.
Meski demikian, Andreas menghargai tatap muka dengan Presiden beserta menteri-menteri Kabinet Indonesia Bersatu II yang dilangsungkan secara terus terang dan jujur.
Bahkan, menurut dia, kritikan para tokoh lintas agama dibacakan kembali di hadapan Presiden Yudhoyono.
"Saya kira itu diterima oleh Presiden dan akan dikaji. Akan ada hal-hal sangat susbtansial, jadi ini bukan akhir, ini baru tahap-tahap sangat awal," katanya.
Andreas mengatakan pertemuan selama 4 jam itu memang tidak mungkin menyentuh hal substansial karena setiap tokoh agama yang hadir diberikan waktu untuk berbicara dan kemudian ditanggapi langsung oleh Presiden.
"Waktunya kurang untuk masuk lebih mendalam ke substansi. Saya kira kalau dibilang puas itu sangat relatif, tapi ada keterusterangan, keterbukaan itu baik," ujarnya.
Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan ia mempercayai kekuatan dialog yang mendorongnya memprakarsai pertemuan tersebut.
"Dan Alhamdulillah direspon dengan baik dan ini sebagai langkah awal yang berlanjut terus," ujarnya.
Sedangkan Menko Polhukam Djoko Suyanto menyatakan kesiapan pemerintah untuk meneruskan dialog dengan para tokoh lintas agama.
Bahkan apabila pemerintah harus memberikan penjelasan teknis tentang suatu substansi, menurut Djoko, maka kementerian terkait siap memberikan keterangan kepada para tokoh lintas agama itu. (D013/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011