Jakarta (ANTARA News) - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan bahwa Instruksi Presiden terkait dengan lembaga antikorupsi KPK hanya mempertegas kewenangan yang memang dimilikinya selama ini.
"Hanya mempertegas saja, seyogyanya Presiden secara lebih tegas memerintahkan Polri, PPATK, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mendukung dan bekerja sama dengan KPK," kata Erry Riana kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Dukungan tersebut, lebih lanjut ia mengatakan, tentu terkait dengan pemeriksaan kasus mafia pajak yang terkait dengan Gayus Halomoan Tambunan yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh Polri.
Terkait dengan pernyataan pernyataan salah seorang pejabat Polri yang tidak akan menyerahkan 151 dokumen perusahaan wajib pajak yang selama ini ditangani oleh Gayus, Erry menegaskan bahwa tidak ada alasan sesama penegak hukum tidak berbagi informasi dan bekerja sama secara sinergis. Kecuali ada kepentingan tersembunyi atau sifatnya memang masih rahasia.
"Dalam hal data 151 wajib pajak yang tidak dibagi informasinya, KPK bisa memintanya langsung dari Menkeu (Menteri Keuangan)," ujar dia.
Sebelumnya, Direktur III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Ike Edwin sempat menyatakan bahwa Polri akan bekerja sama dengan KPK namun tidak berencana memberikan 151 dokumen perusahaan wajib pajak yang selama ini ditangani oleh terdakwa kasus dugaan mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan.
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Instruksi Presiden terkait penyelesaian kasus mafia pajak yang melibatkan terdakwa Gayus Halomoan Tambunan. Terdapat 12 poin dalam instruksi tersebut, namun hanya pada poin ke-2 KPK secara jelas disebutkan oleh Presiden.
"Tingkatkan sinergi di antara penegak hukum yang melibatkan PPATK dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. KPK lebih dilibatkan dan dapat didorong untuk lakukan langkah-langkah pemeriksaan yang belum ditangani Kepolisian Negara Republik Indonesia," ujar Presiden.
(V002/A041/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011