Kita ingin ingatkan pemerintah dengan keras. Tokoh agama bukan politisi, namun kami hanya teruskan keluhan dari masyarakat

Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh lintas agama berkomitmen mendesak pemerintah untuk segera mengakhiri pengingkaran terhadap UUD 1945 guna mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat dan bangsa.

"Saat ini masih merebak kekerasan atas nama agama, kebebasan berpendapat dan pers yang masih dibiarkan oleh negara. Imunitas terhadap pelanggaran HAM masih sangat jelas," kata Wakil Koordinator Tokoh Lintas Agama Shalahuddin Wahid saat membacakan Pernyataan Terbuka Tokoh-Tokoh Lintas Agama kepada wartawan di Jakarta, Senin.

Menurut dia, kebijakan pemerintah memang menghasilkan pertumbuhan ekonomi hingga 5,8 persen, namun dalam kenyataannya masih banyak kantong-kantong kemiskinan di berbagai daerah di Indonesia.

Selain itu, amandemen UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, namun tidak sesuai dengan kenyataannya. Pemerintah juga tidak memberikan perhatian terhadap korban pelanggaran HAM berat dan tidak mampu membela buruh migran yang mendapatkan perlakuan buruk di berbagai negara.

"Pemerintah tidak mampu melindungi segenap bangsa Indonesia sesuai amanat pembukaan UUD 1945," kata Gus Solah sapaan Shalahuddin Wahid.

Ia menegaskan, bila pemerintah mengabaikan permasalahan-permasalahan tersebut, berarti ada kesenjangan antara ucapan dan tindakan atau antara pernyataan dan kenyataan.

Di tempat yang sama, Pendeta Andreas A Yewangoe mengatakan, apa yang disampaikan oleh tokoh lintas agama untuk memperingatkan pemerintah, bahwa ada yang tidak beres dalan menjalankan pemerintahannya.

"Kita ingin ingatkan pemerintah dengan keras. Tokoh agama bukan politisi, namun kami hanya teruskan keluhan dari masyarakat," katanya.

Menurut dia, dalam pertemuan sejumlah tokoh agama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin malam di Istana Negara, para tokoh lintas agama akan menyampaikan seperti pertemuan sebelumnya di PP Muhammadiyah.

"Tokoh agama tidak akan beranjak dari komitmen sebelumnya," katanya.

Dalam pembacaan pernyataan terbuka tersebut, hanya empat orang saja tokoh lintas agama yang hadir, yakni KH Shalahuddin Wahid, Mgr MD Situmorang, Pendeta Andreas A Yewangoe dan Nyoman Udayana Sangging, sementara Syafii Maarif, Din Syamsuddin Bhikku Sri Pannyavaro dan Franz Magnis Suseno tidak hadir.

"Meski tidak semua tokoh lintas agama hadir pada pembacaan pernyataan tersebut, namun komitmen kami tetap sama. Tidak ada perubahan apa pun," kata Andreas.
(S037/R014/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011