Jakarta (ANTARA) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan bahwa regulasi yang terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan perlu mempertimbangkan banyak hal agar penerapannya juga sesuai dengan kondisi di lapangan.
"PNBP kelautan dan perikanan itu memang secara prinsip perlu ditingkatkan, karena pemanfaatan sumber dayanya juga besar dan terus meningkat. Tapi soal waktu, jenis, dan berapa banyak yang harus dipungut, itu harus mempertimbangkan banyak hal," kata Ketua Harian KNTI Dani Setiawan di Jakarta, Rabu.
Dani mengemukakan, hal yang harus dipertimbangkan apakah pengaturan PNBP perikanan tersebut secara momentum, karena hal itu dilakukan saat ini di tengah pemerintah justru sedang banyak memberi insentif keringanan pajak akibat pandemi.
Selain itu, ujar dia, meski nelayan dengan kapal berbobot di bawah 5 GT (gross tonnage) tidak terkena pungutan praproduksi, tetapi bagaimana dengan nasib nelayan kecil lainnya dengan bobot kapal 6-10 GT.
"Mereka dalam kategori UU Perlindungan nelayan karena masuk kategori nelayan kecil yang perlu dilindungi. Harusnya aturan mengenai nelayan kecil ini dikecualikan, setidaknya ada masa transisi atau tarif yang jauh lebih rendah. Penjelasan Pasal 17 PP 85/2021 juga memberikan peluang ini. Atas pertimbangan tertentu, menteri bisa mengecualikan," katanya.
Kebijakan untuk memberikan tarif yang jauh lebih rendah bagi nelayan kecil, lanjutnya, semata-mata untuk mendorong afirmasi meningkatkan kesejahteraan bagi nelayan kecil yang populasinya mayoritas di Indonesia.
Baca juga: Aturan PNBP KKP bangun optimisme sektor perikanan maju dan berkelanjutan
KKP, ujar dia, juga harus bicara soal kemampuan aparatur untuk memungut dan melaksanakan terkait regulasi PNBP di lapangan.
"Apakah sumber dayanya cukup? Jangan sampai menimbulkan ketidakpastian baru," kata Ketua Harian KNTI.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Sakti Trenggono menyatakan Peraturan Pemerintah No 85/2021 yang mengandung penarikan PNBP pascaproduksi diyakini bakal menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan nelayan di berbagai daerah.
"Semangat dari PP 85/2021 ini untuk membantu nelayan. Saya berpihak pada saudara-saudara semua," kata Menteri Trenggono dalam pertemuan dengan perwakilan nelayan dan pelaku usaha perikanan asal Pantura di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (15/9).
Baca juga: Menteri KKP: Peraturan Pemerintah PNBP Pascaproduksi untungkan nelayan
Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, salah satu tujuannya untuk peningkatan kesejahteraan nelayan.
Selain itu, ia juga memastikan keberadaan beleid tersebut untuk menghindari terjadinya pungutan-pungutan liar kepada pemangku kepentingan.
Sebagaimana diwartakan, KKP juga menjamin kemudahan dan keadilan berusaha di sektor perikanan bagi masyarakat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"PP 85 tahun 2021 merupakan bentuk penyederhanaan dari PP sebelumnya yaitu PP 75 tahun 2015, dari semula 4.936 tarif menjadi 1.671 tarif, dan penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta peraturan turunannya," kata Kepala Biro Keuangan KKP Cipto Hadi Prayitno dalam acara Bincang Bahari yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (16/9).
PP tersebut mengatur beberapa perubahan dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam beberapa subsektor perikanan, yang pada umumnya dilakukan penyederhanaan tarif.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021