Semarang (ANTARA News) - Forum Rektor Indonesia (FRI) menilai reformasi kelembagaan di Indonesia berjalan lamban dan tidak ada perubahan yang signifikan sehingga memperlambat proses transformasi menuju bangsa yang adil dan sejahtera.

"Gerakan reformasi belum mampu melakukan perubahan kelembagaan secara berarti. Hanya orang-orangnya yang berubah, namun secara kelembagaannya belum banyak berubah," kata anggota Dewan Pertimbangan FRI, Prof Eko Budihardjo, di Semarang, Minggu.

Ia menyampaikan hal itu usai mengikuti pertemuan FRI di Palembang yang berlangsung pada 13-15 Januari 2011 di Universitas Sriwijaya. Pada pertemuan itu terpilih sebagai Ketua FRI Prof Badia Perizade yang menggantikan Prof Chairil Effendy.

Eko menyebutkan, institusi kejaksaan dan kepolisian, misalnya, secara kelembagaan tidak mengalami perubahan berarti meskipun orang-orang sudah berganti.

FRI, katanya, juga prihatin atas mengerasnya pertikaian di antara para elit bangsa, yang menunjukkan adanya perebutan kekuasaan di tengah masih banyaknya persoalan bangsa ini.

Eko memberi contoh, meskipun pemilihan presiden baru dilakukan pada tahun 2014, saat ini para elit sudah meributkan orang-orang yang akan diusung dalam pilpres.

"Masalah yang dihadapi bangsa ini masih banyak, namun sekarang ini urusannya malah berebut kekuasaan. Harusnya, para pemimpin itu memecahkan masalah sebagai prioritas," katanya.

Dalam salah satu butir Deklarasi FRI 2011 yang ditandatangani Ketua FRI, Prof Badia, FRI menilai korupsi masih menjadi wabah, yang penanganannya kurang cepat dan sungguh-sungguh.

FRI, katan Eko, menilai memang ada kemajuan pemberantasan korupsi dibandingkan di zaman Orde Baru, namun dikhawatirkan kelambanan penanganannya akan mengurangi kepercayaan rakyat pada pemerintah.

FRI juga menyoroti proses seleksi pemimpin yang kurang memperhatikan jejak rekam (track record), kompetensi, dan kapabilitas seseorang sehingga sosok yang tidak memiliki jejak rekam kepemimpinan pun, bisa menjadi calon kepala daerah.

Ia memberi contoh, artis Julia Perez yang tiba-tiba mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau pelawak Tukul Arwana yang dulu juga ada yang mendorongnya untuk maju menjadi wakil Wali Kota Semarang.

"Untuk menjadi rektor saja ada riwayat memimpin, misalnya pernah menjadi sekretaris jurusan. Apalagi ini menjadi pemimpin bangsa. Okelah mereka kompeten di bidang hiburan, namun apa iya kapabel sebagai pemimpin," kata mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu.
(T.A030/S019/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011