Sleman (ANTARA News) - Ribuan masyarakat mengikuti upacara adat penyebaran satu ton kue apem pada puncak kegiatan "Saparan dan Kirab Pusaka Ki Ageng Wonolelo" di Dusun Pondok Wonolelo, Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Jumat sore.
Puncak acara ritual yang telah berlangsung selama 43 tahun tersebut diawali di Balai Desa Widodomartani pukul 15.00 WIB menuju ke masjid atau rumah peninggalan Ki Ageng Wonolelo.
Dari masjid tersebut kemudian rombongan kirab mengambil benda-benda pusaka peninggalan Ki Ageng Wonolelo dan kemudian dikirabkan ke makam pendiri Desa Wonolelo tersebut.
"Upacara adat `Saparan` Ki Ageng Wonolelo merupakan darma bakti keturunan kepada leluhur dan bertujuan untuk mengenang jasa Ki Ageng Wonolelo selaku pendiri dusun Wonolelo dan juga masih keturunan Prabu Browijoyo V," kata salah satu panitia, Sumardi.
Prosesi upacara adat ini diawali dengan pengajian akbar sebagai perwujudan meneruskan perjuangan Ki Ageng Wonolelo sebagai ulama besar dan penyebar agama Islam, sedangkan prosesi puncak acara adalah upacara religius berupa pengeluaran semua pusaka peninggalan Ki Ageng Wonolelo seperti kitab suci Al Quran, baju Onto Kusumo, Kopyah, Bongkahan Mustoko Masjid dan tongkat.
Selesai upacara kirab dilakukan upacara penyebaran apem sebanyak satu ton kepada masyarakat.
"Apem yang disebarkan ini sebagai sedekah untuk diperebutkan oleh pengunjung. Warga memiliki kepercayaan, apem tersebut bisa mendatangkan berkah," katanya.
Kepala Bidang Peninggalan Nilai Traditional Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Aji Wulantoro mengatakan, upacara adat saparan Ki Ageng Wonolelo ini merupakan peninggalan budaya yang harus dilestarikan.
"Upacara ini sarat dengan nilai ketuhanan serta nilai kegotongroyongan. Kami harapkan, kegiatan ini semakin meneguhkan jika lereng Merapi sangat aman untuk dikunjungi. Biasanya wisatawan luar negeri sering menikmati upacara adat semacam ini," katanya.
Ki Ageng Wonolelo dengan nama asli Jumadi Geno merupakan seorang keturunan Prabu Brawijaya V sekaligus sebagai tokoh penyebar agama Islam pada masa kerajaan Mataram yang kemudian bermukim di Dusun Pondok Wonolelo.
Ki Ageng Wonolelo memiliki ilmu kebatinan yang tinggi pada masa itu, sehingga kemudian diutus Raja Mataram ke Kerajaan Sriwijaya di Palembang yang saat itu membangkang terhadap Mataram.
"Ia pun berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya. Nama Ki Ageng Wonolelo atau Jumadi Geno semakin tersohor dari waktu ke waktu sehingga semakin banyak orang yang berdatangan untuk berguru dengannya," katanya.
Menurut dia, sebagai seorang panutan yang memiliki ilmu tinggi Ki Ageng Wonolelo banyak mewariskan berbagai peninggalan yang berupa tapak tilas dan pusaka atau jimat dan benda keramat lainnya.
"Pusaka, jimat dan berbagai benda keramat peninggalan Ki Ageng Wonolelo inilah yang kemudian dikirabkan setiap bulan Sapar pada setiap tahunnya," katanya.
Kepala Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Untoro Budiharjo mengatakan, upacara adat "Saparan dan Kirab Pusaka Ki Ageng Wonolelo" merupakan salah satu upacara adat yang masuk dalam kalender kegiatan tetap dan gaungnya sudah menasional.
"Kegiatan ini menjadi daya tarik tersendiri yang mampu menggaet wisatawan dari berbagai daerah dan manca negara. Terlebih lagi agenda khas menarik berupa penyebaran apem atau kue tepung beras yang banyak ditunggu-tunggu wisatawan," katanya.
Ia mengatakan, melalui upacara ini juga dapat dimanfaatkan untuk menggali nilai-nilai keteladanan terhadap kepemimpinan Ki Ageng Wonolelo serta perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan harga diri bangsa.
"Diharapkan upacara adat ini merupakan ajang yang strategis bagi upaya revitalisasi, pelestarian dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap budaya bangsa yang adiluhung," katanya.(*)
(U.V001/B/R014/R014) 14-01-2011 18:07:49
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011