Jakarta (ANTARA) - Ekonom dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Donni Fajar Anugerah memprediksi pergeseran porsi tenaga kerja formal dan informal di ibu kota dapat mendorong geliat inflasi yang rendah karena daya beli tertahan.

“Pergeseran tenaga kerja formal yang berkurang banyak ke informal ini menarik, kaitannya dengan konsumsi, dengan daya beli,” katanya dalam diskusi diseminasi laporan perekonomian DKI Jakarta periode Agustus 2021, di Jakarta, Senin.

Donni memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Februari 2021, jumlah pekerja formal pada 2020 mencapai 3,5 juta orang, kemudian berkurang menjadi 3,1 juta orang, dari total penduduk bekerja di DKI mencapai 4,90 juta.

Sedangkan jumlah pekerja informal pada 2020 sebanyak 1,66 juta menjadi 1,76 juta pada 2021, sehingga porsi pekerja sektor formal di DKI pada 2021 mencapai 64 persen dan pekerja informal 36 persen.

Jika dibandingkan pada 2020, porsi tenaga kerja formal mencapai 68 persen dan informal 32 persen.

“Pendapatan pekerja informal relatif tidak pasti sehingga dia tidak serta merta menaikkan kosumsinya. Jadi, ketika bulan ini (pendapatan) besar, bulan depan belum tentu besar, sehingga uangnya bisa jadi ditabung, tidak meningkatkan belanja,” katanya.

Baca juga: BI DKI: proyeksi ekonomi Jakarta 2021 tumbuh 3,6-4,4 persen

Dari kajian bank sentral di DKI itu, kata dia, rumah tangga pengeluaran rendah, lebih banyak membelanjakan uangnya untuk makanan dengan porsi mencapai 54,7 persen dan belanja barang mencapai 45,3 persen, pada 2021.

Sedangkan konsumsi rumah tangga pengeluaran tinggi, sebanyak 66 persen untuk belanja barang, dan hanya 33 persen untuk makanan.

Padahal, lanjut dia, kelompok makanan menguasai porsi lebih besar membentuk inflasi pada 2021 mencapai 1,63 persen dibandingkan inflasi non-makanan mencapai 0,99 persen.

“Ketika suplai terjaga dan permintaan berkurang maka inflasi turun, ini yang terjadi di Jakarta," katanya.

Fajar berharap, investasi di sektor padat karya tetap harus didorong untuk mendorong penyerapan di antaranya daya beli, meskipun saat ini lebih banyak masuk investasi teknologi tinggi.

“Saat ini investasi masuk lebih banyak teknologi tinggi sehingga serapan tenaga kerja tidak banyak. Tenaga kerja terserap lebih sedikit tapi skill lebih tinggi,” imbuhnya.

Baca juga: Cabai penyumbang inflasi terbesar pada Desember 2020 di Jakarta
Baca juga: Pertumbuhan ekonomi harus berpihak kepada pengusaha ultra mikro

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Riza Harahap
Copyright © ANTARA 2021