Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris menyebutkan bahwa kemunculan Warkopi haruslah memiliki ijin, karena sebelumnya sudah ada Warkop DKI yang sudah memiliki merek dagang.

Menurut Freddy, grup Warkopi tidak tercatat memiliki pendaftaran merek dan seharusnya meminta izin terlebih dahulu kepada Lembaga Warkop DKI sebagai pemegang hak eksklusif yang sah apabila ingin menggunakan merek tersebut.

“Kalau dilihat dari hak ciptanya, ketiga anak muda itu menggunakan nama Kasino, Dono, dan Indro, tentunya ini harus izin. Kalau Warkopi dijadikan merek dagang, tentu tidak boleh tanpa izin karena Warkop DKI sudah punya merek,” kata Freddy saat konferensi pers virtual pada Senin.

Beberapa waktu belakangan kehadiran tiga orang pemuda yang mirip dengan personel Warkop DKI, yakni Alfin Dwi Krisnandi, Alfred Dimas Kusnandi, dan Sepriadi Chaniago yang tergabung dalam grup manajemen Warkopi menjadi perbincangan publik belakangan ini. Warkopi telah membuat beberapa film pendek di YouTube dan Instagram, serta telah beberapa kali muncul di televisi nasional dengan menggunakan nama Dono, Kasino, dan Indro.

Baca juga: Kerugian yang dialami Warkop DKI akibat munculnya Warkopi

Baca juga: Indro Warkop tak berencana bawa Warkopi ke jalur hukum

Terkait dengan hal itu, Freddy menyebutkan kelompok ini harus memiliki ijin tertulis karena terkait dengan hak kekayaan intelektual.

“Yang paling penting izinnya secara tertulis. Hak kekayaan intelektual berkaitan dengan nilai ekonomi. Kalau tidak ada nilai ekonominya mungkin ya sudah tidak apa-apa, tapi yang terjadi mereka bertiga akan mendapatkan misalnya honor, kontrak panggung, dan sebagainya, itu yang seharusnya diatur,” tambah Freddy.

Ia mengatakan Warkop DKI telah menguasai merek dengan nomor agenda IDM000047322, IDM000551495, IDM000557440, dan IDM000557441.

Keempat merek tersebut secara eksklusif mengkomersilkan jasa-jasa hiburan, penyediaan latihan, penyewaan lahan olahraga, sarana olahraga dan aktivitas kebudayaan, jasa-jasa group hiburan atau pendidikan, penerbitan buku, jasa-jasa pendidikan, produksi film, penyelenggaraan pameran untuk tujuan kebudayaan dan pendidikan.

Selain itu, merek Warkop DKI juga meliputi penyajian pertunjukan hidup, organisasi pertunjukan, memproduksi pagelaran, jasa studio rekaman, penyewaan dekor pertunjukan, hiburan televisi, penerbitan naskah selain untuk iklan atau publisitas, studio film; barang-barang cetakan; kertas pembungkus; lukisan; galeri; showroom; kafe; katering makanan/minuman; dan restoran.

Dari kacamata pelindungan ciptaan, Freddy mengatakan Warkopi berpotensi melanggar hak cipta apabila mereka membuat cerita dan penampilan dalam suatu media, atau dalam bentuk film dengan mengambil skenario dari film-film komedi yang telah ada sebelumnya.

Warkop DKI sendiri memiliki hak cipta yang dilindungi, yaitu karya film komedi yang dilindungi sebagai ciptaan sinematografi. Hak tersebut berupa hak moral atas karya pertunjukkan.

Selain itu, terdapat hak ekonomi atas potret atau foto-foto mereka dalam penampilan dalam berbagai media serta hak ekonomi atas film-film komedi dan hak pelaku pertunjukan atas film-film Warkop DKI dipegang oleh produser film.

Freddy juga menekankan bahwa pemegang hak eksklusif merek harus memastikan kembali jika masa periode perlindungan kekayaan intelektual telah berakhir dan mendaftarkan kembali mereknya melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

“Beberapa orang kerap lupa, mereka menganggap mereknya itu seumur hidup. Padahal tidak begitu, kalau mereknya lewat masa periode tidak didaftarkan kembali, orang lain nanti boleh memakai,” katanya.

Untuk menghindari pelanggaran hak kekayaan intelektual dari ciptaan, masyarakat kini dapat mendaftarkan ciptaan maupun mereknya secara daring di situs resmi DJKI, yakni dgip.go.id.

Baca juga: Pernyataan sikap Lembaga Warkop DKI atas kemunculan "Warkopi"

Baca juga: Pembuktian trio komedian legendaris lewat serial kartun Warkop DKI

Baca juga: Aliando, Randy & Adipati jadi pengisi suara di "Warkop DKI Kartun"

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021