Kathmandu (ANTARA News/AFP) - Juru bicara parlemen Nepal pada Kamis mendesak para anggota parlemen itu untuk mencari solusi demi berakhirnya kebuntuan politik yang menyebabkan negara itu berjalan tanpa pemerintahan selama lebih dari enam bulan.
Subash Chandra Nemwang mengatakan sebuah komite parlemen telah dibentuk untuk menyelidiki penyebab gagalnya parlemen dalam memilih seorang pemimpin baru selama tahun lalu walaupun 16 kali percobaan, dan merekomendasikan cara untuk memecah kebuntuan itu.
Komite itu akan menyampaikan rekomendasinya pekan depan, dengan harapan dapat melancarkan upaya pembentukan pemerintah, katanya.
Nepal telah berjalan tanpa pemerintahan sejak Juni ketika mantan perdana menteri Madhav Kumar Nepal mengundurkan diri setelah mendapat tekanan dari pihak oposisi dari Partai Maois.
Para pemimpin dari ketiga partai besar di negara bermasalah itu sempat maju untuk berkompetisi menggantikannya, namun tidak seorangpun yang mampu mengamankan suara mayoritas absolit di parlemen dari 16 pemungutan suara yang digelar.
Sedangkan pada Rabu kandidat terakhir Ram Chandra Poudel dari partai Kongres Nepal yang beraliran tengah, mengundurkan diri dari proses itu.
"Saya sanagat berharap panelis parlemen yang terbentuk hari ini akan menyelesaikan krisis pemilihan yang akan menjadi langkah awal untuk mengakhiri kebuntuan ini," kata Nemwang kepada AFP.
"Sejauh ini tidak ada terobosan baru, namun saya telah mendesak para partai politik untuk membentuk konsensus terhadap berbagai isu yang telah memecah mereka selama ini, dan mereka telah menyatakan komitmen yang sama tentang itu," katanya.
Partai Maois, yang berjuang selama 10 tahun melawan pemerintah sebelum memasuki politik dan memenangkan pemilu pada 2008 lalu, telah berulang kali mengatakan bahwa sebagai partai terbesar di parlemen mereka selayaknya memimpin pemerintah.
Namun mereka tidak memiliki posisi mayoritas absolut serta gagal memenangkan dukungan dari partai-partai yang lebih kecil guna membentuk pemerintah koalisi.
Krisis tersebut berdampak sangat parah terhadap Nepal, sebuah negara yang masih terombang ambing pasca perang sipil satu dekade dengan korban lebih dari 16.000 jiwa.
Kebuntuan itu telah menunda penyusunan konstitusi nasional baru yang dianggap sebagai langkah krusial dalam transformasi Nepal dari negara monarki semi feodal Hindu menjadi negara demokrasi yang sekuler.
Konstitusi adalah komponen utama dalam kesepakatan 2006 yang mengakhiri pemberontakan Maois dan seorang pakar strategi pada Kamis mengingatkan bahwa gagalnya penyusunan itu pada tenggat 28 May akan menyebabkan pemberontakan yang serius.
"Restrukturisasi federal terhadap negara itu telah muncul menjadi komitmen yang penting dalam proses konstitusional Nepal," katanya.
"Jika konstitusi tidak tersusun tepat pada waktunya atau keputusan tentang federalisme tertunda, maka pergolakan serius akan segera terjadi," katanya. (PPT/M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011