"Nomor yang digunakan penipu bakal dicek oleh pihak berwajib. Setelah ketemu nomor induk kependudukan (NIK), polisi mengetahui nama dan alamat pemilik KTP," kata Pratama Persadha melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin.
Polisi lantas mendatangi rumah pemilik KTP untuk keperluan penyelidikan. Pada saat inilah, kata Pratama, yang bersangkutan baru sadar bahwa ada orang yang menggunakan data dan identitasnya untuk melakukan penipuan.
Baca juga: CISSReC perlu cek kebenaran Thanos serang sejumlah kementerian/lembaga
Di sisi lain, masyarakat yang yang kurang memiliki literasi digital akan mudah percaya dengan mengikuti arahan pengirim SMS yang berisi pesan bahwa yang bersangkutan seolah-olah mendapat subsidi pemerintah sebesar Rp189 juta.
Saking percayanya, kata Pratama, ada yang menggadaikan rumah, jual sawah, dan lain-lain untuk membayar pajak beberapa persen sesuai dengan permintaan penipu.
Baca juga: CISSReC sebut e-Voting Pemilu 2024 sangat memungkinkan
Oleh karena itu, dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini memandang perlu meningkatkan pengetahuan dan kecakapan masyarakat untuk menggunakan media digital agar tidak mudah kena tipu.
Di lain pihak, Pratama meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) lebih tegas dalam penegakan aturan registrasi nomor seluler prabayar menggunakan NIK dan nomor kartu keluarga (KK) untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi masyarakat.
Baca juga: CISSReC: Industri siber bisa bantu pulihkan ekonomi nasional
Jika dicek di marketplace (pasar daring) tanah air, kata Pratama, bisa beli kartu SIM yang sudah registrasi dan harganya relatif murah sekali.
"Dari mana orang-orang itu registrasi SIM card? Kemungkinan besar dari data pribadi masyarakat yang telanjur bocor ke publik," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021