Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur PT Kimia Farma, Gunawan Pranoto, tetap dihukum enam tahun penjara dan denda Rp300 juta atau subsider enam bulan kurungan setelah permohonan kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung.
Anggota majelis hakim kasasi itu, Krisna Harahap, di Jakart Kamis ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa permohonan kasasi dari mantan Direktur PT Kimia Farma tidak dikabulkan dan sebaliknya mengabulkan kasasi dari jaksa penuntut umum.
"Gunawan Pranoto dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Rinaldi Yusuf (Dirut PT Rifa Jaya Mulia)," katanya.
Majelis hakim yang menangani kasasi itu, yakni Mugiharjo, Krisna Harahap, MS Lumme, Sophian Martabaya dan Imam Haryadi.
Mantan Direktur PT Kimia Farma itu terjerat kasus pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan, yang sekarang bernama Kementerian Kesehatan.
Ia menambahkan, khususnya perkara Rinaldi Yusuf tidak diperiksa lagi oleh Majelis Hakim Agung karena yang bersangkutan tidak mengajukan kasasi, sehingga dia dianggap telah menerima putusan Pengadilan Tipikor.
"Pengadilan Tipikor menghukum Rinaldi Yusuf dengan lima tahun penjara disamping hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp18,3 miliar dengan sendirinya tetap berlaku," katanya.
Di samping itu, majelis kasasi memerintahkan perampasan uang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yang berada di tangan PT KFTD sebagai anak perusahaan PT Kimia Farma.
Juga yang berada di tangan saksi Ateng Hermawan sebesar Rp3,9 miliar, dan perampasan uang dari anak perusahaan PT Kimia Farma sebesar Rp37,2 miliar.
"Hal ini dilakukan karena Majelis berpendapat bahwa PT KFTD adalah perusahaan swasta biasa, bukan BUMN karena tidak memenuhi persyaratan Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang antara lain menentukan bahwa suatu badan usaha disebut sebagai BUMN manakala Negara memiliki modal/saham mayoritas atau seluruhnya dan penyertaan Negara tersebut dilakukan secara langsung," katanya.
(R021/A011/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011