Gamelan Bali naik gengsi, bahkan gong kebyar menjadi kehormatan dalam menyambut tamu-tamu penting pada acara wisuda perguruan tinggi di Amerika Serikat
Denpasar (ANTARA News) - Sekitar 17 jenis instrumen musik tradisional Bali (gamelan) berkembang di berbagai negara, bahkan mampu sejajar dengan seni musik barat.
"Gamelan Bali naik gengsi, bahkan gong kebyar menjadi kehormatan dalam menyambut tamu-tamu penting pada acara wisuda perguruan tinggi di Amerika Serikat," kata Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Rai S di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, masyarakat setempat sangat menikmati konser gamelan Bali yang disajikan seniman dan mahasiswa setempat yang piawai memainkan aneka jenis alat musik Bali.
Ke-17 jenis alat musik tradisional Bali yang berkembang di mancanegara antara lain gong kebyar, angklung, semarandanu, gambang suling dan kebyar Ding.
"Suara Suling" yang menjadi sumber inspirasi tabuh ciptaan tahun 1963 berkembang di berbagai kampus seni dan komoditas masyarakat di mancanegara.
Musik tradisional Bali kini telah mendunia. Dunia internasional mulai berkenalan dengan gamelan, sejak komponis Prancis Claude Debussy (1862-1918) menonton gamelan di Pameran Semesta yang digelar di Paris pada tahun 1889 untuk memperingati 100 tahun Revolusi Prancis.
Masyarakat belahan Eropa menurut Prof Rai semakin menaruh perhatian terhadap gamelan ketika kemudian pada tahun 1931, The International Colonial Exposition yang digelar di Perancis menampilkan pementasan gamelan dan tari dari Desa Peliatan, Gianyar, sebagai utusan pemerintah kolonial Belanda.
Menurut Kadek Suartaya yang juga dosen ISI Denpasar, masyarakat Rusia kini mulai berkenalan dengan gamelan Bali Kendati sedikit terlambat, sebagai rumpun bangsa-bangsa penyayang keindahan yang banyak melahirkan seniman kaliber dunia, masyarakatnya begitu peka dengan muatan keindahan musik Bali.
Tim kesenian ISI Denpasar mengadakan lawatan ke Moscow pada awal Desember 2010 mendapat sambutan meriah dari masyarakat dan kalangan akademisi di negara tersebut, ujar Kadek Suartaya.
(ANT/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011