Konsep ini tentunya bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga selanjutnya menggunakan proses produksi di mana bahan baku dapat digunakan berulang-ulang sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam

Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan komitmen pemerintah untuk melakukan transformasi ekonomi ke arah yang lebih “hijau” atau sering disebut dengan ekonomi sirkular.

“Konsep ini tentunya bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga selanjutnya menggunakan proses produksi di mana bahan baku dapat digunakan berulang-ulang sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam,” kata Menko Airlangga dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu.

Ekonomi sirkular merupakan model industri baru yang berfokus pada reducing, reusing, dan recycling yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah.

Menko Airlangga menyampaikan transformasi menuju ekonomi sirkular menjadi penting bagi Indonesia karena akan membawa banyak dampak positif, baik bagi lingkungan serta pertumbuhan berbagai sektor pembangunan di masa depan.

Selain dapat meningkatkan pertumbuhan PDB Indonesia, penerapan konsep ekonomi hijau/sirkular juga dapat berpotensi menghasilkan 4,4 juta tambahan lapangan pekerjaan, di mana tiga perempatnya memberdayakan perempuan dengan kesempatan yang lebih baik pada 2030.

Ekonomi sirkular juga akan memberi kontribusi pada upaya pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.

“Kita berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca pada 2030 sebesar 29 persen dan apabila ada kerja sama internasional, ini dapat ditingkatkan menjadi 41 persen,” ujar Airlangga.

Baca juga: Ekonomi sirkular berpotensi tingkatkan PDB 42,2 miliar dolar AS

Baca juga: Indonesia tekankan pentingnya ekonomi sirkular di tengah pandemi

Lebih lanjut Airlangga menyampaikan konsep pembangunan rendah karbon telah tercantum dalam RPJMN 2020-2024 dan peta jalan pencapaian NDC Indonesia 2030.

Terdapat lima sektor yang menjadi prioritas utama dalam dua dokumen tersebut di antaranya adalah pembangunan energi berkelanjutan, pengelolaan limbah terpadu, pengembangan industri hijau, pemulihan lahan berkelanjutan, serta inventarisasi dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan kelautan.

Dalam hal implementasi industri hijau, tercatat sejak 2010 hingga 2019 terdapat 895 perusahaan yang telah meraih green industry awards.

Sementara itu, 1.707 industri juga telah mendapatkan sertifikasi blue dan gold dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER), yang berdampak pada pengurangan Gas Rumah Kaca kurang lebih sebesar 93,83 juta ton dan pengurangan polutan sebesar 50,59 juta ton.

Selain itu, program strategis juga sudah dilakukan oleh pemerintah di antaranya melalui pengembangan Biofuel B30. Lebih lanjut adalah terobosan pengolahan limbah menjadi bahan bakar alternatif, salah satunya melalui teknologi Refuse Derived Fuel (RDF).

Airlangga tak menampik transformasi ekonomi menghadapi sejumlah tantangan utama, salah satunya kapasitas kelembagaan serta akses finansial dan teknologi yang diperlukan untuk pengembangan teknologi hijau.

“Diestimasi, investasi modal tahunan yang dibutuhkan untuk ekonomi sirkular berkisar Rp308 triliun atau 21,6 miliar dolar AS,” katanya.

Baca juga: Pakar: Implementasi ekonomi sirkular butuh keterlibatan masyarakat

Baca juga: Menperin: Ekonomi sirkular berangkat dari pengelolaan sampah plastik

Baca juga: Bappenas: Ekonomi sirkular hasilkan tambahan PDB hingga Rp642 triliun

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021