Kota Gaza (ANTARA News/AFP) - Hamas mengadakan pertemuan "darurat" dengan kelompok-kelompok pejuang garis keras Gaza, Rabu, untuk menyampaikan peringatan para pemimpin Arab mengenai penembakan roket ke Israel, kata sejumlah pemimpin militan kepada AFP.
Pertemuan itu berlangsung di sebuah hotel Kota Gaza, beberapa hari setelah Hamas menyatakan meminta kelompok gerilya di wilayah itu mematuhi gencatan senjata konsensus nasional mengenai penembakan roket, setelah pekan-pekan ketegangan yang meningkat di sepanjang perbatasan dengan Israel.
Mereka yang diundang pada pertemuan itu antara lain anggota-anggota Jihad Islam, Front Rakyat bagi Pembebasan Palestina (PFLP), Front Demokratis bagi Pembebasan Palestina (DFLP) dan sejumlah kelompok lain.
"Hamas meminta kami menghadiri pertemuan ini di Hotel Al-Quds di Gaza; mereka mengatakan bahwa itu pertemuan mendesak," kata seorang pemimpin militan yang tidak bersedia disebutkan namanya kepada AFP, dengan menambahkan bahwa pertemuan itu diadakan oleh Mahmud Zahar, Khalil al-Haya dan Ayman Taha.
"Hamas menerima pesan dari Mesir dan pihak-pihak lain, beberapa diantaranya dari Arab, bahwa keadaan di sepanjang perbatasan Gaza sangat berbahaya, dan Israel mungkin akan memulai lagi perang lain jika penembakan roket berlanjut, khususnya Grad," katanya, menunjuk pada roket rancangan Sovyet yang memiliki daya-jangkau hingga 40 kilometer.
Faaleh Ziddan, seorang pemimpin DFLP yang terlibat dalam pertemuan itu, mengatakan kepada AFP, ia juga diperingatkan mengenai bahaya perang baru selama pembicaraan Selasa dengan dua pembantu pemimpin intelijen Mesir Omar Suleiman.
Yang diperlukan adalah sebuah "pemahaman nasional" sehingga Israel tidak memiliki alasan untuk meluncurkan perang, kata pemimpin DFLP itu.
Dalam beberapa pekan ini pejuang Palestina meningkatkan serangan ke Israel, yang dijawab oleh negara Yahudi itu dengan serangan-serangan yang menewaskan 13 orang Palestina, sebagian besar gerilyawan bersenjata, pada Desember.
Israel mengakui bahwa Hamas telah menahan diri dari serangan dalam dua tahun ini, namun peningkatan penembakan roket menunjukkan bahwa kelompok itu belum berbuat banyak untuk mengendalikan kelompok gerilya lain.
Sejumlah pemimpin Hamas menyatakan, perang baru Gaza akan menimbulkan korban besar di pihak Israel, namun mereka juga berbicara mengenai kesediaan gencatan senjata timbal-balik untuk mempermudah pembangunan kembali rumah-rumah dan prasarana yang hancur dalam konflik 2009.
Hamas yang menguasai Jalur Gaza menyatakan, mereka melaksanakan gencatan senjata de fakto dengan Israel sejak akhir perang 22 hari pada Januari 2009.
Serangan-serangan sejak itu menurun secara berarti, meski lebih dari 200 roket dan mortir yang sebagian besar rakitan ditembakkan ke Israel sejak awal 2010, kata militer Israel.
Israel meluncurkan perang 22 hari di Jalur Gaza dua tahun lalu dengan tujuan menghentikan serangan-serangan roket dan mortir yang hampir setiap hari ke negara Yahudi tersebut.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.
Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza dua tahun lalu dengan dalih untuk menghentikan penembakan roket yang hampir setiap hari ke wilayah negara Yahudi tersebut.
Perang di dan sekitar Gaza meletus lagi setelah gencatan senjata enam bulan berakhir pada 19 Desember 2008.
Israel membalas penembakan roket pejuang Palestina ke negara Yahudi tersebut dengan melancarkan gempuran udara besar-besaran dan serangan darat ke Gaza dalam perang tidak sebanding yang mendapat kecaman dan kutukan dari berbagai penjuru dunia.
Operasi "Cast Lead" Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza. Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu.
Proses perdamaian Timur Tengah macet sejak konflik itu, dan Jalur Gaza yang dikuasai Hamas masih tetap diblokade oleh Israel.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011