Kupang (ANTARA News) - Lembaga Ombudsman Indonesia minta Kapolres Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, menunda sementara penyelidikan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Bupati Manggarai Barat pada 2008, sambil menunggu penanganan laporan dugaan korupsi yang telah dilaporkan ke KPK.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Dr Yohanes G Tuba Helan, SH.MH dalam siaran pers yang diterima ANTARA Di Kupang, Rabu, mengatakan, permintaan penundaan itu didasarkan UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, sekaligus sebagai bentuk kepedulian terhadap UU No 16 tahun 2004 tentang Kejaksanaan RI.
"Dalam UU UU No 37 Tahun 2008 itu disebutkan Ombudsman mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggaran negara di pusat dan daerah, termasuk penegak hukum dalam kasus pencemaran nama baik oleh Ketua DPRD Manggarai Barat Matheus Hamsi terhadap Bupati Manggarai Barat saat itu Wilfridus Fidelis Pranda," katanya.
Menurut Tuba Helan, pada tanggal 14 Februari 2008 Ketua DPRD Manggarai Barat Matheus Hamsi melaporkan Bupati Manggarai Barat saat itu Wilfridus Fidelis Pranda ke KPK dengan tuguhan korupsi dalam proyek Aldira sebesar Rp2,8 miliar dan 10 jenis dugaan korupsi lainnya.
Terhadap laporan itu, Bupati Manggarai Barat saat itu Wilfridus Fidelis Pranda balik melaporkan Ketua DPRD Manggarai Barat Matheus Hamsi ke Polres Manggarai Barat paa tangal 5 April 2008 dengan delik aduan tindak pidana pembuatan fitnah pejabat/bupati dan perbuatan tidak menyenangkan baik secara pribadi maupun selaku ketua DPRD Manggarai Barat.
Mencermati kasus tersebut, Ombudsman sebagai lembaga negara yang berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara di pusat dan daerah termasuk penegak hukum sebagaimana amanat dari dua UU tersebut dan demi penegakan hukum yang adil, Ombudsman RI Kantor Perwakilan NTT dan NTB meminta penanganan kasus pengaduan tersebut ditunda.
Sebelumnya katanya, Ombudsman NTB-NTT pernah menyampaikan rekomendasi kepada Kapolres Manggarai Barat dengan nomor: 201/REK.0031.2008/kp-13/IV/2008 tertanggal 8 April 2008 perihal laporan pencemaran nama baik Bupati Manggarai Barat.
"Pada intinya kami menyampaikan agar dalam menangani laporan Bupati Manggarai Barat tersebut, kiranya Kapolres Manggarai Barat dapat memperhatikan Surat Edaran Bareskrim Polri Nomor: B/345/III/2005/Bareskrim tanggal 7 Maret 2005 yang ditujukan kepada Kapolda se-Indonesia point 4 huruf a dan b," katanya.
Huruf a Surat Edaran Bareskrim Polri berbunyi penanganan kasus tindak pidana korupsi dengan kegiatan penyelidikan/penyidikan, baik oleh Polri, Kejaksaan maupun KPK selalu dijadikan prioritas utama (didahulukan penanganannya)?.
Sedangkan huruf b berbunyi penanganan kasus pencemaran nama baik sebagai kasus yang timbul kemudian tetap ditangani namun bukan menjadi prioritas utama dengan tujuan agar kasus tersebut tidak menjadi hambatan/mengaburkan penanganan korupsi yang menjadi kasus pokoknya.
"Mengacu pada surat Reskrim Polri tersebut diatas, Ombudsman NTB-NTT berharap Kapolres Manggarai Barat dapat mempertimbangkan untuk menunda sementara waktu penyelidikan laporan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Bupati Fidelis Pranda, sambil menunggu penanganan laporan dugaan korupsi yang dilaporkan ke KPK RI di Jakarta," katanya.
Bilamana dugaan korupsi yang dituduhkan tidak terbukti, laporan pencemaran nama baik oleh Ketua DPRD tersebut dapat ditindaklanjuti. "Tetapi dengan pertimbangan tersendiri, penyidik Polres Manggarai Barat tetap melanjutkan proses hukum kasus tersebut hingga ke pengadilan dan saat ini dalam proses Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung," katanya.
"Atas putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi NTT, pihak Kejaksaan Negeri Labuan Bajo sebagaimana ramai diberitakan media massa saat ini akan melaksanakan eksekusi," katanya.
Terhadap rencana eksekusi tersebut, maka demi perlindungann terhadap para saksi pelapor dugaan korupsi, Ombudsman NTB-NTT telah melayangkan surat kepada Kepala Kejaksaan Negeri Labuan Bajo melalui surat Nomor: 0006/KLA.0005.2011/Kp-13/I/2011 tertanggal 10 Januari 2011.
Isi surat itu intinya memahami bahwa menurut KUHAP, upaya hukum PK tidak menghambat pelaksanaan eksekusi suatu perkara.
Artinya eksekusi dapat dilakukan meskipun telah ada upaya hukum PK. Meski demikian, Ombudsman sangat mengharapkan pertimbangan Kepala Kejaksaan Negeri Labuan Bajo untuk dapat menunda sementara waktu pelaksanaan eksekusi dalam kasus pencemaran nama baik tersebut oleh karena kasus dugaan korupsi proyek aldira sebesar Rp2,8 miliar TA 2008 di Kabupaten Manggarai Barat yang dilaporkan saudara Matheus Hamsi, saat ini masih dalam proses hukum.
"Menurut hemat kami, bilamana putusan pencemaran nama baik terhadap Matheus Hamsi tetap dieksekusi saat ini, maka akan dapat menimbulkan masalah hukum baru bilamana laporan dugaan korupsi dalam proyek aldira yang dilaporkan sebelumnya oleh Matheus Hamsi ternyata terbukti," katanya.
Pertimbangan untuk menunda sementara waktu pelaksanaan eksekusi dalam perkara pencemaran nama baik merupakan wujud dukungan dari Kejaksaan Negeri Labuan Bajo terhadap upaya pemerintah memberantas korupsi dan wujud dukungan terhadap perlindungan para saksi pelapor dugaan korupsi.
"Tindakan saudara Matheus Hamsi dengan melaporkan dugaan korupsi dalam proyek ubi aldira di Kabupaten Manggarai Barat adalah sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 68 Tahun 2000 tentang peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi serta PP Nomor: 71 Tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya.(B017/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011