Kupang (ANTARA News) - Sebanyak 50 unit rumah warga pesisir Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, terendam air laut, akibat gelombang pasang mencapai enam meter.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur Zakarias Heriando Siku, ketika dihubungi dari Kupang, Rabu malam, mengatakan, dari total 50 unit rumah yang terendam, dua unit rumah warga tersebut dinyatakan hilang terbawa gelombang laut.

Ia mengatakan kejadian serupa juga menimpa warga di Kelurahan Nanghale dan Kelurahan Lewamada, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, sehingga mengakibatkan sekitar 60 lebih kepala keluarga (KK) harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Menurut dia, tindakan sementara yang dilakukan adalah membuka pos komando (Posko) di sekitar lokasi untuk untuk melakukan tindakan tanggap darurat dengan mengimbau warga yang tinggal disekitar lokasi kejadian untuk mengungsi ke tetangga terdekat yang bebas gelombang pasang.

Dia mengatakan gelombang pasang ini terjadi selain karena cuaca ekstrim yang memicu gelombang tinggi juga diakibatkan oleh adanya abrasi pantai yang terjadi selama ini di sekitar Kelurahan Waioti.

Sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika mengingatkan masyarakat mewaspadai ancaman puting beliung, banjir dan tanah longsor serta gelombang pasang yang setiap saat dapat terjadi akibat cuaca ekstrem berupa angin kencang disertai hujan dan petir yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur.

"Peluang bencana akibat cuaca ekstrim ini dapat terjadi hanya sulit diprediksi kapan dan dimana akan terjadi, karena itu sebaiknya sejak dini perlu mewaspadai hal tersebut," kata Kepala Stasiun Klimatologi Klas II Lasiana Kupang, Purwanto, di Kupang, Selasa, terkait dengan hujan lebat disertai angin kencang dan petir alam yang melanda Nusa Tenggara Timur belakangan ini.

Menurut Purwanto, intensitas hujan sedang meningkat untuk wilayah Nusa Tenggara Timur. Hal ini terjadi karena fenomena La Nina (basah) dan moderat disertai dengan angin barat yang sangat dominan, sehingga potensi hujan-angin tersebut berpeluang terjadi.

Purwanto mengatakan, intensitas hujan yang terjadi rata-rata 150-300 mm itu sangat rentan terjadi banjir dan tanah longsor yang berdampak langsung pada tanaman dan akses transportasi yang terhambat karena angin kencang dan rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan.

"Berdasarkan peta daerah rawan bencana yang ada, Pulau Flores, Sumba dan Timor merupakan daerah yang sangat rentan terjadi banjir dan tanah longsor yang mengakibatkan infrastruktur rusak, sehingga masyarakat perlu mewaspadai hal itu," katanya.

Sementara itu, Staf dari Stasiun Meteorologi El Tari II Kupang Sandy Purba Almubarak, di Kupang, Rabu, memprediksi tinggi gelombang laut di perairan Nusa Tenggara Timur pada Kamis dan Jumat berkisar 5-6 meter, sehingga perlu diwaspadai oleh para navigasi dan nelayan serta warga sekitar pesisir pantai.

Ia menyebut gelombang setinggi 5-6 meter itu berpeluang terjadi terutama di perairan Laut Sawu, antara 3,5-5,0 meter.

Sedangkan khusus untuk laut Flores, Selat Rote, Selat Sape, Pantai Selatan Sumbawa, laut Arafuru Barat berkisar antara 4,0-6,0 meter.

Sementara kata Sandy Purba Almubarak untuk laut Timor pergerakan gelombang mulai 5,0-6,0 meter.

Menurut dia, tinggi gelombang laut di perairan NTT ini dipicu oleh keadaan cuaca yang significant yaitu tekanan udara di belahan bumi selatan lebih rendah dibanding dengan belahan bumi utara.

"Kondisi ini memicu terjadinya angin yang bertiup sangat kencang yang berdampak pada gelombang yang sangat tinggi serta curah hujan dengan intensitas ringan hingga sedang," katanya.

Ia mengatakan situasi cuaca seperti ini telah disampaikan ke publik melalui situs maupun lewat berbagai media yang ada termasuk ke lembaga dan badan pengelola penyeberangan kapal laut, penerbangan udara dan lainnya untuk diketahui dan selalu waspada.

Artinya masyarakat selalu harus mewaspadai kondisi cuaca, karena jika lengah dapat menganggu kenyamanan beraktivitas di laut.(*)
(T.B017/B/Z002/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011