Mamuju (ANTARA News) - Sejumlah anggota DPRD curiga ada kebocoran pengelolaan pajak sektor pertambangan di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).

Ketua Komisi II DPRD Irwan Pababari di Mamuju, Selasa, mengatakan, potensi pajak sektor pertambangan besar dan bila dikalkulasi minimal Rp7 miliar/tahun.

Menurut dia, pajak itu untuk meningkatkan sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun realisasinya tidak sesuai dengan potensi sektor pertambang di daerah tersebut.

"Dewan curiga atas laporan keuangan Pemkab yang menghasilkan pajak pertambangan sebesar Rp960 juta tahun anggaran 2010. Mestinya bila digarap secara maksimal angkanya bisa menembus sebesar Rp7 miliar," kata dia.

Menurut Irwan, sektor pertambangan dari hasil tambang galian C pun juga dianggap ada kebocoran aliran dana yang dikelola langsung Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kekayaan Daerah (DPPKD) yang dinahkodai Adrian Haruna.

Faktanya kata dia, realisasi pemasukan PAD sektor pertambangan sangat tidak sesuai dengan perkiraan yang ada, bahkan nilainya sangat mengecewakan yang hanya sebesar Rp960 juta pada 2010.

"Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten dianggap kurang serius memaksimalkan PAD atau memang aliran pajak dari potensi pertambangan itu masuk ke rekening pribadi oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab," katanya.

Politisi Partai Hanura ini mengemukakan, bukan tidak mungkin minimnya pemasukan kas dari sektor pertambangan itu dimanfaatkan oknum tertentu guna "menggemukkan" rekening atau sengaja memperkaya diri.

"Persoalan ini harus kita sikapi secara serius karena kami curiga ada indikasi korupsi yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Faktanya, PAD pertambangan justeru mengalami penyusutan setiap tahun," ungkap Irwan yang juga mantan calon wakil bupati Mamuju ini.

Sebelumnya, Laskar Anti Korupsi Sulawesi Barat (LAK-Sulbar) juga menaruh curiga adanya kebocoran dana dari hasil pertambangan yang dikelolah oleh pemkab Mamuju.

Ketua LAK Sulbar, Muslim Fatillah Azis,mengatakan, potensi PAD bersumber galian C bernilai miliaran rupiah setiap tahun itu diduga disalahgunakan oknum pejabat Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) dan Dinas DPPKD Mamuju selaku pengelola keuangan daerah.

Menurutnya, potensi pertambangan galian C ini dapat memberikan sumbangsih PAD setiap tahun sekitar Rp12 miliar, namun faktanya hanya sekitar Rp960 juta yang masuk ke kas daerah Mamuju melalui tambang galian C dan pajak pertambangan lainnya.

"Setiap tahun sumber PAD dari tambang galian C mengalami penyusutan sejak tahun 2008 sebesar Rp3 miliar menjadi Rp960 juta di tahun 2010," kata dia.

Mestinya, kata Muslim, sektor tambang galian C ini mengalami peningkatan karena bertambahnya titik-titik lokasi pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan di daerah tersebut.

Ia mengatakan, ada kebocoran dana pajak hasil retribusi tambang galian C yang tidak dimasukkan ke kas daerah, melainkan dana pajak tersebut ditengarai masuk ke kantong-kantong pejabat, termasuk diduga masuk ke kantong orang nomor wahid di daerah itu.

Maka tidak heran, kata dia, jika selama ini kondisi keuangan Pemkab Mamuju mengalami defisit setiap tahun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sejak tahun 2008.

"Kondisi krisis keuangan Pemkab Mamuju tidak akan pernah `sembuh` apabila pejabatnya sering melakukan perbuatan tidak terpuji seperti korupsi melalui tambang galian C," tegasnya.

Dia mengatakan, "bencana" defisit APBD ini akan kembali terjadi di Pemkab Mamuju di tahun anggaran 2011, dan bupati diminta terbuka dan bertanggung jawab terhadap masalah tersebut.

Pihaknya akan membentuk tim investigasi untuk menelusuri benang kusut tidak maksimalnya pemasukan kas daerah melalui pajak PAD yang nilainya mencapai miliaran rupiah. (ACO/S019/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011