Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menginginkan agar pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan dapat membuka layanan pusat pengaduan terkait Bantuan Subsidi Upah (BSU) para pekerja.

Mufida dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, meminta layanan pusat pengaduan ini bersifat terpusat dan responsif. Ia menyebut Kemenaker memang telah memiliki kanal pengaduan via website, telepon dan WhatsApp.

Meski begitu, Mufida meminta sifat responsif atas aduan dan batas waktu penyelesaian aduan juga menjadi standar layanan pengaduan.

Menurut dia, pihaknya mendapat banyak laporan terkait persoalan penyaluran BSU tahap III oleh pekerja.

Ia mengungkapkan bahwa persoalan yang didapatkan terkait kendala belum cairnya BSU padahal sudah terdaftar, jumlah yang masuk ke rekening masih 0, persoalan rekening bersama hingga pertanyaan soal asas keadilan bagi penerima BSU.

"Aduannya banyak sekali, saya kita aduan ini juga sudah sampai di Kemenaker. Sebab itu, perlu ada layanan aduan yang responsif dan memberikan solusi cepat dari banyaknya aduan soal BSU termin III ini," ujarnya.

Mufida juga menyarankan Kemenaker membuat semacam Frequently Asked Questions (FAQ) dari banyaknya aduan yang masuk dan mensosialisasikan secara masif kepada pekerja penerima BSU.

Ia mengingatkan, semangat BSU adalah pemberian bantuan bagi pekerja agar tetap bisa menjalankan roda ekonomi keseharian.

Kampanye manfaat BSU yang tengah dilakukan Kemenaker, masih menurut dia, seharusnya juga dirasakan mereka yang ternyata kesulitan dalam pencarian BSU.

"Uang Rp1 juta benar-benar amat bermanfaat bagi pekerja dengan gaji di angka Rp3,5 juta/bulan. Apalagi sekarang bersamaan PTM terbatas dimulai, banyak pekerja yang mengadukan butuh BSU untuk biaya sekolah anak-anak, termasuk untuk kebutuhan sehari-hari," katanya.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan perubahan pengaturan pengupahan harus menjawab tantangan dinamika globalisasi dan transformasi teknologi yang berdampak pada perubahan pola hubungan kerja.

"Perubahan pengaturan bidang pengupahan harus menjawab tantangan dinamika globalisasi dan transformasi teknologi serta informasi yang berdampak pada perubahan tatanan sosial dan ekonomi termasuk pola hubungan kerja, " ujar Menaker dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Rabu (22/9).

Selain itu, Ida mengatakan ketika memimpin sidang pleno sosialisasi persiapan penetapan Upah Minimum (UM) tahun 2022 pada 22 September 2021, bahwa latar belakang penetapan upah pada prinsipnya untuk mewujudkan sistem pengupahan berkeadilan dalam konteks untuk mencapai kesejahteraan pekerja sambil tetap memperhatikan kemampuan perusahaan dan kondisi perekonomian nasional.

Sosialisasi itu sendiri dimaksudkan agar setiap anggota Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional (Tripnas) dapat terinformasi mengenai perubahan formula penetapan UM sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.

Baca juga: Menaker sudah salurkan subsidi upah untuk 2,1 juta pekerja
Baca juga: Menaker: Harus bipartit, tak boleh ada penyesuaian upah sepihak
Baca juga: Kisah buruh garmen Tunisia menanti pembayaran upah

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021