Jakarta (ANTARA News) - Rohaniwan Katolik Romo Franz Magnis Suseno mengingatkan agar pendidikan agama tidak terjebak dalam penguatan identitas sempit yang memicu munculnya kekerasan.
Dalam seminar memperingati setahun wafatnya Gus Dur di Jakarta, Senin, Romo Magnis mengatakan, pendidikan agama harus memiliki dua mata.
"Di satu pihak pendidikan agama kita boleh mengharapkan baik informasi maupun pendalaman identifikasi kita dengan agama kita, pendidikan agama tidak berarti semua agama sama saja. Di lain pihak pendidikan agama juga seharusnya bisa membuat murid menghormati dan bahkan menghargai mereka yang memiliki agama berbeda," katanya.
Menurut dia, pendidikan agama harus mampu mendorong pluralisme dan toleransi untuk keberlanjutan dari bangsa dan negara yang semakin dipenuhi oleh situasi yang rumit dan beragam.
"Tanpa toleransi dan pluralisme sulit negara ini mampu berkembang dan bertahan," katanya.
Ia mengatakan, pendidikan agama yang sempit dapat mematahkan nilai-nilai pluralisme yang ditanamkan di keluarga, masyarakat dan negara.
"Jangan-jangan adanya keterbukaan di keluarga, di masyarakat sipil, di dalam negara, di sabotase pendidikan agama yang sempit yang menyebarkan kebencian terhadap agama lain, pendidikan agama ini perlu kita waspadai supaya tidak kontra produktif," katanya.
Mantan Ketua PB NU Salahuddin Wahid dalam seminar tersebut juga mengungkapkan terjadinya anomali pendidikan agama di Indonesia.
"Beberapa kalangan mempertanyakan keberhasilan pendidikan agama di Indonesia, karena makin religius kita merasa semakin tidak ada bekasnya dalam kehidupan sehari-hari, makin banyak rumah ibadah dibangun, tapi kekerasan juga makin banyak inikan tidak nyambung," katanya.
Menurut dia, pendidikan agama seringkali gagal untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan karena teknik pengajaran yang hanya menghafal tanpa keteladanan dan memberikan sangsi hukuman dengan kekerasan.
"Padahal yang paling penting keteladanan akhlak itu, menghormati orang lain dan tidak boleh ada kekerasan," katanya.
(M041/A041/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011