Jakarta (ANTARA News) - Pepatah "hati perempuan bagai samudera yang paling dalam", mungkin lahir dari orang yang tak pernah bisa selesai mendefinisikan kaum hawa.
Nah, kini ada survei yang ingin tahu apa yang diingini kaum perempuan. Berdasarkan survey itu, seperti dikutip Daily Mail, kebanyakan perempuan masih lebih memilih untuk menikahi laki-laki yang punya penghasilan lebih banyak dibanding mereka.
Jika berkecukupan materi, perempuan juga sebenarnya lebih senang tinggal di rumah dengan anak mereka.
Meskipun kampanye kesetaraan sudah dilakukan bertahun-tahun, sekitar 64 persen perempuan mengatakan mereka ingin suami yang memiliki rumah lebih besar serta penghasilan yang lebih tinggi dari mereka.
Tak satupun yang berniat menikah dengan laki-laki berpenghasilan lebih kecil dari mereka.
69 persen mengatakan mereka akan memprioritaskan tinggal di rumah untuk merawat anak jika uang bukan lagi persoalan.
Para lelaki juga sebaiknya perhatikan ini; hanya 19 persen perempuan yang ingin pasangannya punya pendidikan lebih baik dibandingkan mereka.
62 persen mengatakan mereka menginginkan pasangannya setingkat dalam intelektualitas. 31 persen perempuan yang disurvey menganggap dirinya lebih berpendidikan dibanding pasangan mereka. Sekali lagi, hanya 19 persen yang beranggapan suami mereka punya pendidikan lebih baik.
Survei itu menyusul penelitian kontroversial yang dilansir pekan lalu oleh Dr Catherine Hakim dari London School Of Economics.
Penelitian Hakim menyimpulkan makin banyak perempuan memilih untuk menikah dengan memilih laki-laki kaya dibandingkan keadaan tahun 1940-an.
Dalam laporan yang dilansir oleh the Centre for Policy Studies itu, Hakim mengatakan laki-laki mendominasi posisi puncak karena perempuan tak ingin karir dalam bisnis.
Penelitian yang menggambarkan data di Inggris dan Spanyol, menunjukkan bahwa pada tahun 1949, 20 persen perempuan Inggris menikahi suami yang punya pendidikan jauh lebih baik.
Di tahun 1990-an, persentase dari perempuan yang memutuskan untuk "menikah dengan orang yang lebih tinggi kelasnya" meningkat menjadi 38 persen - dengan pola serupa yang berulang di wilayah Eropa, AS, dan Australia.
Laporan itu menyimpulkan bahwa peran yang setara dalam keluarga, yaitu suami dan istri bekerja dan saling berbagi mengurus anak dan urusan rumah tangga "tak dilihat sebagai hal ideal oleh kebanyakan pasangan"
Sebuah survei dari youGov yang dilakukan pada 922 perempuan, berusia antara 18 hingga 65 tahun, yang ditampilkan dalam surat kabar Sunday Times pekan lalu, mendukung pengakuan Dr Hakim.
Pada polling mengenai perempuan YouGov, sebanyak 62 persen mengatakan suami mereka memperoleh pendapatan lebih dari mereka. Hanya 16 persen perempuan yang punya pendapatan melebihi suami mereka. 18 persen memperoleh pendapatan yang sama. Empat persen mengatakan mereka tak mengetahui berapa pendapatan suami mereka.
56 persen mengatakan mereka ditekan oleh masyarakat untuk bekerja.
Dr Hakim mengatakan "bukti penelitian secara konsisten menunjukan bahwa kebanyakan suami merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga mereka dan bahwa kebanyakan ibu tak ingin berkompetisi dalam hal kerja dan upah."
"Kebanyakan perempuan menyukai membesarkan anak dan kebanyakan ayah tak seantusias ibu da;a, melakukan hal itu sepenuhnya. Secarea sosial, struktural dan budaya, laki-laki tanpa pekerjaan akan dipandang rendah oleh masyarakat."
Tetapi, beberapa pakar tak setuju menilai tak semua perempuan bisa memilih antara kerja atau mengurus anak.
Professor Jude Browne, Direktur Centre for Gender Studies universitas Cambridge menambahkan "bagi banyak keluarga soal mengurus anak dan bekerja bukanlah bisa memilih, kecuali mereka sangat kaya raya."
(Yud/A038/BRT)
Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011