Tidak boleh lengah dan kendor.

Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah daerah untuk mengkaji secara komprehensif rencana pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas karena bermunculannya klaster COVID-19 di sekolah.

"Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi sekolah lainnya. Dinas pendidikan harus memiliki data dan kajian mengenai keadaan sebaran COVID-19 di wilayahnya masing-masing. Jadi penyelenggaraan PTM harus dipertimbangkan berdasarkan potensi penularan," kata LaNyalla, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, sebanyak 151 siswa di dua SMP Negeri Kecamatan Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah, terpapar COVID-19 saat masa persiapan PTM terbatas.

Sebanyak 90 siswa SMPN 4 Mrebet Purbalingga terkonfirmasi positif C0VID-19, yang kemudian menjalani isolasi terpusat di gedung sekolah. Pada saat bersamaan, sebanyak 61 siswa SMPN 3 Mrebet Purbalingga juga dinyatakan positif COVID-19.

"Seharusnya sekolah mampu membuat antisipasi kemungkinan terjadinya peristiwa ini. Makanya kita juga mempertanyakan prosedural penerapan prokes dalam pelaksanaan PTM di dua SMP Negeri tersebut. Kok bisa sampai terjadi?" tanya LaNyalla.

Baca juga: Satgas minta PTM ditutup jika ditemukan kasus positif baru

Baca juga: Ada positif COVID-19, Disdik: Belum ada pembatalan PTM 1.500 sekolah

Senator asal Jawa Timur itu menegaskan setiap sekolah harus menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk PTM yang akan datang.

"Tidak boleh lengah dan kendor. Harus dilakukan pengawasan dengan baik. Terutama penggunaan masker dan tidak boleh berkerumun. Terkadang anak-anak susah dalam hal ini. Karena sudah lama tidak bertemu temannya kemudian asyik ngobrol lupa jaga jarak. Ini harus diawasi," ujarnya.

Pihak sekolah dan orang tua, menurut LaNyalla, perlu bersabar dalam menghadapi pandemi. Artinya tidak perlu memaksakan harus ada PTM terbatas jika benar-benar tidak siap.

"Kita semua tahu dan memahami bahwa kedisiplinan warga masih rendah. Demikian juga anak-anak sekolah, masih sering abai dengan penerapan prokes," kata dia lagi.

Jika potensi penularan masih tinggi sebaiknya PTM ditiadakan dan anak-anak tetap belajar di rumah. Tentunya peran orang tua sangat diperlukan lagi.

"Demi anak-anaknya, saya kira orang tua akan memberi yang terbaik. Orangtua pastinya akan melakukan pendampingan dan harus mau belajar lagi agar anak-anaknya mampu mencerna pelajaran," jelas dia.

Dia juga meminta percepatan vaksinasi COVID-19 bagi kelompok usia sekolah yakni usia 12 tahun hingga 17 tahun. Percepatan itu dibutuhkan agar pembelajaran tatap muka bisa lebih aman.

Baca juga: Ganjar instruksikan lakukan pelacakan terkait klaster PTM

Baca juga: Ikhtiar mempercepat kembali belajar di sekolah

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021