Jakarta (ANTARA) - Indonesia menyeru negara-negara G20 agar berkontribusi dalam upaya mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi di Afghanistan, setelah pengambilalihan kekuasaan oleh kelompok Taliban pada Agustus lalu.
Dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, pada Rabu (22/9), Menlu RI Retno Marsudi menekankan bahwa keselamatan dan kesejahteraan rakyat Afghanistan menjadi prioritas utama.
“Dunia harus dapat membantu rakyat Afghanistan menghadapi COVID-19 dengan mempercepat vaksinasi melalui mekanisme dose-sharing (berbagi dosis) dan memenuhi kebutuhan dasar rakyat Afghanistan,” kata Retno ketika menyampaikan pengarahan pers secara virtual pada Kamis.
Indonesia telah mengumumkan komitmen tambahan bantuan senilai 3 juta dolar AS (sekitar Rp42,76 miliar), sebagai bagian dari upaya internasional untuk menolong 14 juta warga Afghanistan yang membutuhkan bantuan kemanusiaan darurat.
Menlu Retno menegaskan semua bantuan internasional harus menyasar rakyat Afghanistan yang memerlukan.
“Pendekatan pembangunan harus menjadi bagian dari strategi nation-building di Afghanistan,” ujar dia.
Baca juga: Indonesia diharapkan terus berkontribusi untuk Afghanistan
Menlu Retno juga mengatakan kemajuan yang selama ini telah dicapai di Afghanistan dapat mengalami kemunduran, termasuk di bidang pembangunan dan pemberdayaan perempuan.
Karena itu, dia menyeru masyarakat internasional untuk bersatu menyampaikan harapan akan terbentuknya pemerintahan inklusif di Afghanistan, penghormatan HAM terutama hak-hak perempuan, serta memastikan agar Afghanistan tidak dijadikan tempat pembibitan dan pelatihan teroris.
“Saya menyampaikan pentingnya Taliban memenuhi semua janji- janji yang telah disampaikan. Diperlukan langkah nyata untuk memenuhi janji tersebut,” kata Retno.
Di antara janji-janji yang disampaikan Taliban, janji yang paling disorot oleh dunia adalah pemenuhan hak-hak perempuan dan anak-anak perempuan.
Saat berkuasa pada 1996-2001, Taliban menerapkan pembatasan keras terhadap hak-hak kaum perempuan, antara lain melarang mereka untuk menempuh pendidikan dan bekerja.
Baca juga: Menlu Indonesia-Turki bahas isu Afghanistan, Myanmar
Namun kini pemerintah Taliban menegaskan mereka tidak akan lagi menerapkan kebijakan ekstrem tersebut. Mereka telah mengizinkan siswi sekolah dasar di Afghanistan untuk kembali bersekolah.
Rencana yang sama juga akan diberlakukan untuk siswi sekolah menengah atas di Afghanistan, meskipun Taliban belum menyebutkan kerangka waktu soal pembukaan SMA bagi perempuan.
Mengenai terorisme, Taliban menegaskan tidak ada bukti bahwa para petempur ISIS ataupun Al Qaida berada di Afghanistan.
Al Qaida adalah kelompok yang berada di balik serangan 11 September 2001 yang menyasar beberapa target di AS.
Sejak menggulingkan pemerintahan Afghanistan bulan lalu, Taliban menghadapi tekanan internasional untuk memutus hubungan dengan kelompok teroris itu.
Baca juga: Taliban: Di Afghanistan tidak ada Al Qaida ataupun ISIS
Baca juga: Taliban berencana buka kembali SMA buat perempuan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021