Jakarta (ANTARA) - Berdebarnya jantung saat Anda cemas atau usai melakukan kegiatan termasuk hal normal karena merupakan respon tubuh.
Namun, saat debaran itu terjadi tiba-tiba hingga disertai gejala lain seperti pusing dan pingsan, maka kondisi ini memerlukan penanganan dari dokter karena bisa merupakan pertanda masalah yang tak semata pada jantung.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, dr. Mochamad Renaldi, SpJP, FIHA mengatakan, berdebar atau palpitasi tak hanya dicirikan dengan kondisi denyut jantung di atas 60-100 kali per menit, melainkan juga sensasi terasanya denyut jantung pada dinding dada dan daerah sekitarnya.
“Orang normalnya saat beraktivitas seperti menonton televisi tidak merasakan jantung berdenyut. Tapi ada beberapa kondisi denyutannya terasa sekali, kadang terasa cepat, tidak teratur, jantung seperti melompat-melompat,” kata dia dalam webinar yang digelar INSISI.ID bertajuk "Berdebar Debar Tanda Sakit Jantung", ditulis Kamis.
Keluhan yang dialami dapat mencakup denyut jantung tiba-tiba lenyap dan sekedar rasa tidak nyaman. Durasi berdebar pun beragam mulai dari beberapa menit, berjam-jam hingga semalaman sehingga menyebabkan pasien tidak bisa tidur.
Menurut Renaldi, sekitar 16 persen atau seperlima pasien datang ke dokter mengeluhkan palpitasi ini dan tak semata dialami mereka dengan usia lebih tua. Dia pernah menemukan pasien anak usia sekolah mengalami keluhan berdebar.
Rekan sejawat sekaligus almamater Renaldi di Universitas Padjadjaran, dr. Christiani Muljono, SpJP, FIHA menuturkan, seseorang umumnya merasa berdebar sebagai kondisi yang cukup menakutkan dan mengancam jiwa karena berhubungan dengan jantung sehingga segera mencari pertolongan dokter.
Baca juga: Ahli: Alat pacu jantung mampu bertahan 15 tahun di dalam tubuh manusia
Baca juga: Olahraga apa saja yang dapat memicu serangan jantung?
Tak semata masalah jantung
Walau debaran terasa di dada, tetapi tak sampai 50 persen penyebabnya karena penyakit jantung. Dari 10 orang yang datang ke dokter jantung dengan keluhan ini, hanya 4 orang yang ternyata terbukti mengalami masalah jantung setelah pemeriksaan dilakukan.
Khusus terkait jantung, penyebab tersering yakni aritmia atau kelainan irama jantung akibat adanya masalah pada kelistrikan jantung. Pasien dengan aritmia umumnya merasa jantung terkadang berhenti berdenyut, lalu denyutan muncul Kembali tetapi terlalu cepat atau bahkan terlalu lambat. Aritmia yang tak mendapatkan penanganan tepat bisa menyebabkan henti jantung.
Penyebab berdebar juga bisa akibat masalah misalnya pada otot, katup jantung, penyakit jantung koroner dan kekurangan darah.
Sementara itu, sekitar 50 persen berdebar bukan karena masalah jantung. Christiani dan Renaldi sepakat pencetusnya masalah psikosomatis atau psikis yang mempengaruhi tubuh seperti serangan panik. Masalah ini umum ditemukan pada orang dewasa usia produktif, terutama di masa pandemi COVID-19 saat ini.
“Hampir 30 persen orang dengan keluhan berdebar ternyata tidak ada masalah jantung, ternyata psikosomatis,” tutur Renaldi yang juga diamini Christiani.
Di sisi lain, konsumsi zat tertentu misalnya kafein, obat-obatan yang mengandung stimulan seperti, obat flu (memiliki suatu zat yang menstimulasi sistem saraf simpatik memicu denyut jantung cepat), rokok, konsumsi berlebihan minuman berenergi dapat menjadi pemicu berdebar.
Penyakit di luar jantung yang sistemik seperti gangguan hormon tiroid, diabetes, anemia, tumor keganasan atau kanker pun diketahui menjadi pemicu palpitasi. Pada beberapa kondisi, pasien berdebar justru tak menyadari penyakit sistemik yang dia alami.
“Ketika kelenjar gondok berlebihan menghasilkan hormon tiroid. Kadang tidak jelas misalnya karena postur tubuhnya memang kurus, susah naik berat badan, sering keringatan, enggak sadar ada masalah hormon,” kata Renaldi.
Penanganan berdebar
Menurut Christiani, diagnosis palpitasi cenderung sulit dilakukan. Ada sejumlah pemeriksaan yang perlu dokter lakukan, mulai dari wawancara untuk mendapatkan beberapa hal seperti pencetus berdebar, misalnya psikosomatis atau usai melakukan aktivitas tertentu.
Dokter juga akan mencari tahu karakteristik keluhan seperti durasi, datang perlahan atau datang dan hilang tiba-tiba, hingga potensi bahaya yang menyebabkan kematian, misalnya berkali-kali menyebabkan pasien pingsan dan mengeluh sakit dada.
“Banyak sekali diagnosis banding, jantung atau bukan jantung. Yang ditanya akan sangat detil dan pemeriksaannya sangat sulit, tidak sederhana. Tidak hanya EKG biasa,” kata dia.
Pemeriksaan EKG berfungsi merekam irama jantung sekaligus mengetahui struktur jantung walaupun tak sesensitif USG jantung. Pada pemeriksaan ini, pasien dalam kondisi berbaring akan dipasangi kabel. Dokter lalu mengamati rekaman aktivitas jantungnya untuk bisa memprediksi ada tidaknya masalah misalnya di koroner atau katup jantung.
Saat ini, ada alat berukuran kecil dengan kabel di ujungnya yakni holter monitoring yang berfungsi memonitor irama jantung elektrokardiografi (EKG) dalam waktu 24-48 jam atau lebih. Alat ini bisa membantu memastikan adanya gangguan irama jantung yang tidak terdeteksi, orang dengan gejala seperti berdebar, sesak, nyeri dada dan pingsan, dengan pemeriksaan rekam jantung standar.
Selain EKG, pemeriksaan USG jantung atau echocardiography juga bisa dilakukan untuk melihat ada tidaknya pembengkakan, penebalan dinding jantung atau klep jantung yang bermasalah.
Pemeriksaan yang akan dokter lakukan ini berdasarkan prioritas dan terkadang juga ketersediaan alat untuk mendapatkan petunjuk yang mengarah ke penyebab sehingga terapi dan tata laksana penyakit bisa terarah dan tepat.
Berdebar memang termasuk respon tubuh yang normal misalnya saat Anda cemas. Tetapi bila kondisi ini muncul terutama disertai keluhan lain seperti pusing hingga pingsan, Anda bisa segera berkonsultasi ke dokter untuk segera tahu penyebabnya dan mendapatkan penanganan.
Baca juga: Benarkah kondisi organ tubuh jadi tak sempurna usai terkena COVID-19?
Baca juga: AS selidiki Moderna yang kemungkinan lebih berisiko peradangan jantung
Baca juga: Penting, deteksi dini penyakit jantung bawaan anak
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021