Mataram (ANTARA News) - Duta Besar Swedia untuk Indonesia Ewa Ulrika Polano mengagendakan kunjungan ke Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada 9 dan 10 Januari mendatang.
Juru Bicara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H Lalu Moh Faozal di Mataram, Sabtu, mengatakan, informasi yang diterima Pemprov NTB, Duta Besar Swedia beserta rombongan akan tiba di Bandara Selaparang, pada Minggu (9/1) siang.
"Begitu tiba di Mataram, langsung menuju Pendopo Bupati Lombok Timur untuk memulai kunjungannya di daerah itu," ujarnya.
Di Pendopo Bupati Lombok Timur itu, kata Faozal, Dubes Swedia akan memaparkan tujuannya berkunjung ke Pulau Lombok, yang antara lain hendak meninjau potensi Tanjung Ringgit, yang terletak di ujung timur Pulau Lombok itu.
Dubes Swedia dan rombongan dijadwalkan akan berkunjung ke Tanjung Ringgit melalui Dermaga Labuhan Haji, menggunakan kapal motor yang disediakan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.
Menurut rencana, Dubes Swedia itu akan bermalam di Tanjung Ringgit, namun akan bergabung dengan para tim ahli (experts) Swedia yang juga akan berada di sana menggunakan kapal pesiar KM. Matahari.
"Diskusi dengan para experts Swedia akan berlangsung di pulau itu, tentu potensi wisata menjadi topik menarik," ujarnya.
Keesokan harinya, Dubes Swedia beserta rombongan kembali ke Pendopo Bupati Lombok Timur di Selong, dan sebelum bertolak ke Bandara Selaparang Mataram, rombongan itu berencana meninjau pemukiman transmigrasi di Jeringo.
Tanjung Ringgit merupakan salah satu lokasi wisata di Pulau Lombok yang memiliki keindahan alam yang belum begitu dikenal dan dipublikasikan. Jika ditempuh dengan kendaraan bermotor dari kota Mataram membutuhkan waktu sekitar dua jam.
Tanjung Ringgit memiliki garis pantai yang indah. Setiap sudut pantainya merupakan daerah perbukitan batu karang yang pernah dijadikan benteng pertahanan Jepang pada masa pendudukan Jepang.
Sampai saat ini masih dapat dilihat gua dan dua buah meriam peninggalan bangsa Jepang. Lokasi itu hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki kurang lebih 800 meter dari jalan utama.
Daerah itu juga dikenal sebagai daerah mengandung batu gamping, sehingga tidak memiliki sumber mata air dalam tanah karena tidak ada daerah yang bisa menampung resapan air.
Meskipun tidak memiliki sumber air tanah, daerah itu dapat dijadikan lahan pertanian tanaman tropis seperti tembakau, jarak, jagung, dan srikaya.
Daerah padang rumputnya cukup luas dan dapat pergunakan untuk pengembangbiakan ternak domba, kambing, sapi dan kerbau.
Sementara waktu penduduk setempat mengambil air bersih dari mata air di wilayah lain dan bergantung pada air hujan untuk perairan lahan pertanian mereka.
Sebagian daerah itu merupakan lahan dalam pengawasan Kementerian Kehutanan yang berfungsi sebagai hutan lindung. Sebagian lahan lainnya berada dalam pengawasan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang diperuntukkan bagi penduduk setempat untuk diolah menjadi lahan pertanian.
Sementara Jeringo merupakan lokasi pengembangan transmigrasi lokal (translok) yang secara administrasi berada di wilayah Kecamatan Swela, Kabupaten Lombok Timur, yang dibuka mulai 2009.
Saat ini, areal transimigrasi di kawasan perbukitan itu ditempati 200 kepala keluarga (KK), yang penempatannya pada 2009 dan 2010, masing-masing 100 KK.
Transmigran yang menempati Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Jeringo itu berasal dari masyarakat sekitar dan lainnya dari Terara, Lombok Timur. Para transmigran itu sebelumnya menempati wilayah yang tanahnya terkena proyek pembangunan bendungan raksasa Pandandure.
Sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi, Jeringo akan dijadikan kawasan pengembangan komoditi unggulan yakni sapi, jagung dan rumput laut.
(A058/M025/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011