Jakarta (ANTARA News) - Indonesia memiliki peluang bukan hanya menjadi pengguna namun juga menjadi penyedia untuk sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), kata Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata di Jakarta, Jumat.
"Menurut peringkat World Economic Forum (WEF), daya saing kita berada pada posisi 44 dan inovasi kita pada peringkat 36, artinya kapasitas sumber daya manusia kita memadai termasuk dalam sektor TIK," ujarnya dalam acara International Workshop on Digital Imaging (iWait) 2011 yang digelar pada 7-8 Januari di Jakarta.
Persoalannya adalah kurangnya aplikasi inovasi teknologi tersebut dalam industri meski terjadi permintaan atas kecanggihan TIK yang terus tumbuh.
"Aplikasi teknologi yang diterapkan dalam industri di Indonesia masih berada pada peringkat 91, artinya masih ada jarak antara kemampuan inovasi dan aplikasi teknologi dan hal ini adalah tugas pemerintah untuk menjembatani," ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 180 juta pengguna telepon selular di Indonesia dan mereka ingin mendapat layanan teknologi yang lebih berkembang padahal infrastruktur TIK masih kurang.
"Pemerintah berkomitmen untuk membangun panggung agar ada kolaborasi antara peneliti dan dunia usaha termasuk dengan menyediakan infrastruktur seperti akses pita lebar (broadband) maupun lebar pita (bandwith) yang mencukupi," tambahnya.
Komitmen tersebut termasuk dengan pembangunan proyek Palapa Ring mulai 2009 dan rencananya akan selesai pada 2012.
"Bila proyek tersebut sudah selesai, puluhan ribu desa dapat terkoneksi internet, ini juga salah satu bentuk usaha pemerintah untuk membangun sinergi dengan semua pihak yang berkepentingan," jelasnya.
Palapa Ring merupakan program pemerintah untuk membangun jaringan serat optik internasional yang terdiri atas 7 cincin (ring) dan melingkupi 33 ibukota provinsi dan 440 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, dan kabel di daratan adalah sejauh 21.807 kilometer.
Program yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 30 November 2009 itu bertujuan untuk mendukung jaringan serat optik pita lebar berkecepatan tinggi dengan kapasitas 300 Gbps hingga 1.000 Gbps di daerah yang dilalu oleh setiap cincin.
"Infrastruktur yang memadai memang sangat diperlukan agar para peneliti dapat nyaman melakukan kegiatannya," kata Ketua Yayasan Universitas Mulitimedia Nusantara (UMN) Teddy Surianto yang juga hadir dalam acara tersebut.
Menurutnya, hasil penelitian TIK khususnya bidang pencitraan sangat berpotensi bagi industri pada saat ini.
"Teknologi pencitraan sangat diperlukan terutama di bidang keamanan, misalnya untuk mengenali wajah seseorang dalam suatu ruangan atau untuk aktivitas medis di rumah sakit seperti ultrasonografi (USG) sehingga punya potensi yang sangat besar," jelasnya.
iWait 2011 yang diselenggarakan di Indonesia dengan UMN sebagai tuan rumah memberikan kesempatan bagi peneliti citra asal Indonesia untuk dapat menyerap lebih banyak perkembangan teknologi tersebut dari peneliti asing.
"Kami berharap dari seminar ini terjadi kolaborasi yang kuat antara peneliti lokal dengan peneliti luar dalam perkembangan teknologi citra, tentu agar ada peningkatan kualitas dari peneliti lokal," kata Rektor UMN Yohanes Surya.
Pada penyelenggaraanya kali ini terdapat 120 peneliti yang akan mempresentasikan hasil penelitiannya yang berasal dari Jepang (71 orang), Korea Selatan (29 orang), Indonesia (10 orang), Thailand (4 orang), Taiwan (4 orang) serta Hong Kong, Singapura, Yunani dan Tunisia (masing-masing 1 orang).(*)
(T.KR-DLN/E001/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011