Jakarta (ANTARA) - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyarankan Bank Indonesia (BI) berfokus memperbaiki anomali suku bunga perbankan yang masih tinggi saat BI telah menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day (Reverse) Repo Rate.

“PR (pekerjaan rumah) utama BI adalah mengatasi anomali suku bunga. Karena suku bunga ini sangat mengganggu perekonomian kita dimana suku bunga bank yang begitu tinggi,” kata Piter dalam FGD daring bertajuk “Pengaturan Inklusi Perbankan” yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Dengan suku bunga perbankan yang tinggi, menurutnya, bank menjadi lebih memilih menaruh uang di Surat Berharga Negara (SBN) ketimbang menyalurkan kredit, apalagi ke Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang lebih berisiko.

Untuk mendorong penyaluran kredit kepada UMKM, BI sebaiknya tidak mengatur Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) dimana perbankan diwajibkan menyalurkan kredit kepada UMKM minimal 20 persen pada akhir Juni 2020 mendatang.

Menurutnya BI sebaiknya berfokus pada wewenangnya di kebijakan makroprudensial, seperti kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan potensi risiko sistem keuangan.

“Jadi bicara makroprudensial bukan di sini tempatnya, bukan di dalam mengatur penyaluran kredit kepada UMKM, tapi kepada hal-hal yang lebih sesuai dengan perspektif yang seharusnya dikandung di dalam makroprudensial,” imbuhnya.

BI pun bisa menyalurkan instrumen lain, misalnya memudahkan bank dalam menyalurkan kredit kepada UMKM.

“BI tentunya dengan niat sangat baik menelurkan kebijakan Peraturan BI Nomor 23 Tahun 2021, tapi sebelumnya kalau kita amati kepada tujuan penyaluran kredit kepada UMKM, BI bisa menggunakan instrumen lain,” imbuhnya.
Baca juga: BI: Pertumbuhan dana pihak ketiga melambat pada Agustus 2021
Baca juga: BI: Suku bunga dasar kredit turun hampir di semua kelompok bank

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021