"Ini amat disayangkan, mereka lebih suka dengan hal-hal yang instan, yang bisa langsung memperoleh keuntungan, seperti ekonomi, hukum, pelayanan publik mana dilirik," katanya, seusai diskusi pelayanan publik di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pelayanan publik juga merupakan kebutuhan masyarakat mendasar. "Saat ini masih sangat amburadul. Banyak korupsi dilakukan melalui pelayanan publik ini, baik di sekolah, kesehatan dan pelayanan lainnya," katanya.
Ia juga mengatakan, selama ini pemerintah belum serius dalam mengurusi pelayanan publik. Banyak program yang diterbitkan namun tidak menunjukan kemajuan dalam pelayanan publik.
"Misalnya, 20 persen dana pendidikan. Bila dielaborasi lebih jauh, tekanan untuk melayani masyarakat tidak ada, lebih pada hanya jumlah angkanya saja yang dipenuhi, tapi esensi pelayanannya hilang," katanya.
Calon Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Petrus Beda Pedul,i dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa belum adanya standar baku oleh pemerintah membuat pelayanan publik belum dirasa maksimal.
"Memang kita belum ada standar misalnya pemerintahan daerah untuk pelayana publik," katanya.
Ia menyatakan, fungsi dari inspektorat jenderal di masing-masing lembaga dan kementrian saat ini juga masih banyak berkutat pada masalah pertanggungjawaban keuangan.
"Seharusnya juga ditambahkan bagaimana pelayanannya," katanya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI), Sudaryatmo, mengemukakan bahwa pelayanan publik kadang juga dihambat oleh regulasi.
"Regulasi kadang justru menghambat masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik yang baik, padahal negara itu berkewajiban memberikan pelayanan yang baik. Misal soal KTP," katanya menambahkan.
(T.M041/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011