Jakarta (ANTARA News) - Produsen rokok, PT Djarum, menyatakan bahwa pasal 113 Undang-undang Kesehatan mengesankan seolah-olah perusahaan rokok ilegal dan hal itu mengancam keberlangsungan usaha.
"Dengan adanya 113 UU kesehatan seolah-olah perusahaan rokok ilegal sehingga membuat cemas dan terancam keberlangsungan usahanya," kata perwakilan PT Djarum, Subronto, saat memberi keterangan dalam sidang Uji Materi UU Kesehatan di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Rabu.
Subronto juga menyatakan pasal 113 yang melarang perusahaan rokok beriklan akan menyulitkan perusahaan mencari keuntungan.
Dia mengungkapkan bahwa pendapatan kotor PT Djarum senilai Rp21 triliun pada 2010, 56 persennya masuk ke kas negara melalui pengenaan cukai rokok dan sisanya 49 persen bagian perusahaan.
"Ini belum dikurangi biaya produksi termasuk karyawannya yang 73 ribu orang, dimana 17 persen pria dan 83 kaum perempuan," tambahnya.
Sementara perwakilan PT Sampoerna, Yos Adiguna Ginting, menyatakan tidak sepenuhnya mendukung pasal 113.
Yos Adiguna menyatakan bahwa hingga sekarang pihaknya melakukan komunikasi dengan konsumen mengenai bahaya merokok dan tembakau menyebabkan ketergatungan.
"Namun sebagai perusahaan legal perlu adanya mengkomunikasikan untuk produk kepada orang dewasa," jelasnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa zat aditif bersifat umum dan tembakau bukan menjadi satu-satunya sebagai zat aditif yang diatur.
Perwakilan PT Gudang Garam menyebut pelarangan beriklan yang dinyatakan pada pasal 113 akan membuat perusahaan rokok akan sulit untuk mengkomunikasikan jika ada brand baru yang dikeluarkan..
Uji materi yang dimohonkan ini adalah Pasal 113 UU Kesehatan berbunyi, ayat (1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Ayat (2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
Ayat (3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.
Uji materi ini diajukan para petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia mengajukan uji materi tiga pasal UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009.
Pemohon yang diwakili oleh Ketua APTI Jawa Tengah Nurtantio Wisnu Brata mengungkapkan, pemberlakuan UU Kesehatan dapat mematikan petani tembakau dan industri rokok kecil di Indonesia.
Selain itu, pemohon juga mempermasalahkan mengapa dalam UU itu hanya tembakau yang disebut secara eksplisit sebagai tanaman yang mengandung zat adiktif.
"Ini diskriminasi, padahal banyak tanaman lain yang juga mengandung zat adiktif, seperti teh, kopi, atau anggur," kata kuasa hukum pemohon,Wakil Kamal.
Padahal menurut pemohon, tembakau tidak identik dengan zat yang menimbulkan kanker.
Pemohon menyatakan keheranannya kenapa hanya rokok yang disebut secara eksplisit dalam pasal tersebut mengandung zat adiktif, sehingga harus menampilkan peringatan kesehatan di bungkusnya.
"Padahal yang mengandung zat adiktif tidak hanya rokok, tapi juga bir, soda, atau wine," kata Wakil Kamal.
(ANT/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011