Nyamuk ini akan bersiap saat matahari mulai terbenam

Jakarta (ANTARA) - Provinsi Papua hingga saat ini masih berstatus sebagai endemi tinggi penyakit malaria yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina pembawa parasit Plasmodium.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI Didik Budijanto memastikan bahwa parasit tersebut memiliki kemampuan berkembang biak pada organ hati seseorang yang terkena gigitan saat kondisi imun sedang lemah.

Gejala yang timbul akibat kondisi itu umumnya berupa demam, kepala pusing hingga mual yang muncul pada sepekan usai gigitan nyamuk. Bahkan dalam situasi tertentu, kombinasi dari tiga gejala itu kerap dialami penderita malaria.

Kemenkes RI juga mengonfirmasi sedikitnya 435 ribu jiwa masyarakat di berbagai belahan dunia meninggal akibat menderita malaria. Bahkan tren jumlah kasusnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Meski tren kasus seluruh provinsi di Indonesia dilaporkan kian menurun dari 465,7 ribu kasus positif pada 2010 menjadi 235,7 ribu pada 2020, namun Didik mengingatkan bahwa 86 persen dari total kasus malaria di Indonesia disumbang dari provinsi yang terletak di Pulau Nugini bagian barat itu. Sisanya berasal dari Papua Barat dan Maluku.

"Ada empat kabupaten/kota di Papua yang semuanya itu endemi malaria, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Merauke dan Timika. Semuanya termasuk kategori merah," katanya.

Didik mengungkapkan sejumlah kendala untuk mencapai Indonesia Bebas Malaria 2030, di antaranya masyarakat yang menganggap bahwa malaria adalah penyakit yang biasa, sehingga kurang perhatian.

"Ini memberikan kami suatu informasi kepada masyarakat bahwa meskipun malaria ini bisa dicegah dan diobati tetapi juga dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu konsep bagaimana mencegah pada masyarakat supaya tidak terjadi penyakit ini menjadi tantangan tersendiri," katanya.

Baca juga: Dinkes Papua: Semua altet PON XX dipastikan dapat obat malaria

Baca juga: Dinkes Papua minta malaria dipastikan aman sebelum penyelenggaraan PON

Nyamuk "dugem"

Perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua pada 2-15 Oktober 2021 menjadi perhatian khusus Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI dalam upaya pengendalian vektor malaria di bagian hulu.

Untuk itu penting bagi para peserta PON maupun wisatawan domestik yang terlibat dalam kegiatan tersebut untuk mengetahui ciri dari ragam nyamuk pembawa sejumlah penyakit di Papua untuk diantisipasi.

Didik mengatakan terdapat tiga varian penyakit yang diakibatkan gigitan nyamuk di Papua, yakni Anopheles penyebab malaria dan filariasis (kaki gajah) dan Aedes aegypti penyebab dengue.

Sekilas, fisik kedua nyamuk terlihat mirip. Namun Anopheles memiliki ciri yang lebih spesifik seperti bertubuh datar dan bagian perut yang agak memanjang dari Aedes Aegypti, kata Didik.

Anopheles disebut Didik sebagai nyamuk dugem (dunia gemerlap-sebutan untuk tempat hiburan diskotek), sebab kerap keluyuran di jam malam mulai pukul 18.00 hingga menjelang pagi hari.

"Nyamuk Anopheles senangnya dugem. Nyamuk ini akan bersiap saat matahari mulai terbenam, saat itu dia akan bersolek diri dan beterbangan mencari mangsa," katanya.

Perilaku itu berbeda dengan nyamuk Aedes Aegypti yang kerap menggigit manusia di jam kantor dan jam saat orang mengawali aktivtas rutin, mulai pukul 08.00 hingga 11.00 dan berlanjut pada pukul 14.00 hingga 17.00 WIB.

Ciri lain dari Anopheles adalah kebiasaannya yang cenderung hinggap di dinding. Pada prinsipnya, kata Didik, nyamuk tersebut lebih senang berada di tempat lembab, seperti dinding atau dekat dengan tanah dan saluran air yang kotor. "Kalau nyamuk dengue agak gengsi dia di tempat kotor, lebih senangnya di penampungan air yang jernih," katanya.

Berbekal analisa tersebut, program pengendalian vektor malaria di sektor hulu diintensifkan pada upaya pencegahan melalui fogging (pengasapan).

"Kalau untuk pertandingan malam, maka ada upaya-upaya yang kita sepakati bersama bahwa setiap arena maupun hotel, wisma, penginapan atlet dan pelatih harus bebas dari vektor," katanya.

Kemenkes RI telah mengutus personel pengendali vektor untuk melakukan fogging minimal sepekan sekali di seluruh fasilitas penginapan, utamanya di bagian dinding serta lokasi yang berdekatan dengan habitat nyamuk. Kemudian di setiap arena yang menggelar pertandingan pada pagi hingga sore, difogging minimal sepekan sekali.

"Kecuali kalau ada pertandingan malam. Maka setiap hari dua sampai tiga jam sebelum pertandingan dimulai kita fogging dulu," katanya.

Selain itu, upaya skrining terhadap pendatang di PON Papua juga dilakukan pada saat kepulangan. Sebab seseorang yang telah digigit Anopheles bisa saja membawa parasit yang bersarang di dalam tubuh hingga ke daerah asal.

"Setelah pulang, atlet kita monitor jangan sampai dia membawa vektor ke daerah bebas malaria," katanya.

Baca juga: Kabupaten/kota penyelenggara PON XX diminta kontrol malaria

Perlindungan diri

Ikhtiar mencegah penyakit malaria juga perlu dilakukan lewat kesadaran diri masyarakat dengan menjaga pola hidup sehat agar imunitas tubuh tetap terjaga optimal. Asupan obat pencegah pun direkomendasikan oleh kalangan dokter.

Salah satunya adalah obat antibiotik bermerek dagang "Doxycycline" yang digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit akibat infeksi bakteri, khususnya malaria.

Menurut Didik obat tersebut bukan merupakan doping sehingga tidak akan mengganggu penampilan atlet. "Pemerintah memang mensyaratkan pemberian Doxycycline ketika ada yang mau ke Papua. Seminggu sebelumnya minum obat itu untuk mencegah supaya tidak terinfeksi gigitan nyamuk Anopheles," katanya.

Menurut Didik sudah sejak lama program itu dihapus oleh pemerintah sebab penanganan malaria lebih mengutamakan pencegahan. Namun seiring penyelenggaraan PON Papua, Kemenkes RI kembali merekomendasikan pemberian obat tersebut kepada peserta PON.

Seorang dokter di Klinik LKBN ANTARA Maria Ulfa mengatakan Doxycycline dianjurkan untuk diminum sebanyak satu tablet 100 mg per hari. Dikonsumsi mulai dari dua hari sebelum pergi ke daerah endemi malaria sampai empat pekan setelah pulang ke tempat asal.

Menurut Ulfa obat tersebut dikonsumsi pada jam yang sama setiap hari. Baiknya setelah makan malam atau dua jam sebelum tidur. Terhadap penderita penyakit tukak lambung atau maag akut disarankan Ulfa untuk mengombinasikan asupan obat maag dengan Doxycycline.

Ulfa memastikan bahwa obat tersebut relatif aman bagi penggunanya selama dikonsumsi sesuai anjuran. Namun untuk beberapa komorbid tertentu, dapat dikonsultasikan kepada dokter.

Pendatang di Papua juga disarankan Ulfa untuk mengenakan pakaian tertutup di bagian lengan serta kaki demi perlindungan ekstra dari gigitan nyamuk. Bahkan saat tidur, jika diperlukan dapat menggunakan kelambu berinsektisida yang telah disiapkan pemerintah di lokasi penginapan.

"Kami juga menyarankan pakai repelen atau insektisida yang dapat mencegah gigitan nyamuk. Bisa dioleskan ke bagian tubuh yang rawan terkena gigitan," katanya.

Menjaga kebugaran tubuh sebelum melakukan perjalanan menuju ke lokasi penyelenggaraan PON di Papua, penting untuk tetap diperhatikan. Sebab di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat.

Baca juga: Merauke fokus pemberantasan malaria jelang PON XX

Baca juga: Malaria Center dukung Papua sambut PON 2020

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021