Teheran (ANTARA News) - Pemimpin oposisi Iran Mehdi Karroubi siap menghadapi pengadilan atas kerusuhan yang terjadi setelah pemilihan presiden yang dipersoalkan pada Juni 2009 namun ingin persidangan dilakukan secara terbuka, kata situs beritanya, Senin.

Pernyataannya itu disampaikan setelah jaksa Teheran Abbas Jaffari Dolatabadi hari Jumat mengancam akan mengajukan tuntutan kriminal pada para pemimpin oposisi seperti Karroubi dan Mir Hossein Mousavi atas peran "penghasutan" mereka dalam kekerasan yang meletus setelah pemilihan umum tersebut.

"Saya sepenuhnya menyambut baik pengadilan semacam itu... Saya siap menghadapi pengadilan yang diadakan dalam bentuk apa pun," kata Karroubi dalam surat terbuka yang ditandatangani Sabtu dan dipasang di situsnya, Sahamnews.org, pada Senin.

"Namun saya meminta... persidangan terbuka untuk umum sehingga masyarakat, yang memiliki negara ini, bisa mendengar kedua pihak dan kemudian membuat penilaian mereka sendiri," kata situs itu mengutip Karroubi dalam surat tersebut.

Mousavi, Karroubi dan para pendukung mereka tetap bersikeras bahwa pemilihan itu curang demi mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden.

Dalam surat itu, Karroubi juga menyatakan memiliki alasan kuat untuk mempertahankan sikap yang diambilnya setelah pemilu tersebut.

Dolatabadi sebelumnya memperingatkan bahwa hanya tinggal menunggu waktu para pemimpin oposisi diminta pertanggungjawaban hukum atas kerusuhan luas setelah pemilu tersebut.

Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan umum Juni 2009 yang disengketakan itu.

Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden itu, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.

Dua calon presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.

Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.

Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi pada 27 Desember 2009, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.

Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.

Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.

Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan sejumlah pihak.

Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.

Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.

Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.

Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.

Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember 2009, menurut data resmi.(*)

AFP/M014

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011