Denpasar, (ANTARA News) - Nurkholish (40), seorang pedagang pulsa keliling dengan kaki terserang polio saat kanak-kanak, ingin berjalan kaki dari Kuta, Kabupaten Badung, Bali, ke Jakarta.

"Tapi untuk mewujudkan itu, banyak yang harus saya pikirkan, khususnya menyangkut kebutuhan anak istri selama saya tinggal pergi," kata Nur saat ditemui ANTARA di Denpasar, Minggu.

Nur yang lahir di Jepara, Jateng, ini merupakan salah satu dari dua pedagang pulsa keliling di kawasan pantai dan lokasi hiburan di kawasan Kuta. Pedagang lainnya adalah Wayan Suarnata yang sama-sama terkena polio dan sahabat Nur.

Obsesi ayah dua anak yang pernah sukses menjadi pengusaha mebel, namun kemudian bangkrut itu bukan semata-mata mengejar untung dan pembeli. Dia ingin memberikan semangat kepada seluruh masyarakat, khususnya kalangan penyandang ketunaan untuk tetap memiliki semangat hidup, meskipun secara fisik tidak seperti manusia normal.

"Saya berharap, apa yang saya lakukan nantinya bernilai bagi orang banyak. Mengenai motivasi ini, saya banyak belajar dari sahabat saya Wayan Suarnata," kata lelaki yang omzet penjualan mebelnya pernah mencapai Rp350 juta tiap pekan sebelum kemudian bangkrut karena ditipu orang.

Ia mengemukakan, saat ini sudah ada beberapa pihak yang mendukung obsesinya tersebut. Namun, Nur sadar bahwa petualangannya akan sangat berat. Apalagi dirinya berjalan menggunakan kruk sehingga tidak bisa cepat bergerak jika keadaan mengharuskan.

"Salah satu yang saya pikirkan adalah bagaimana kalau melewati hutan-hutan di Jawa. Soalnya menurut perkiraan saya, seharian belum tentu bisa keluar dari hutan dengan berjalan kaki. Ini menyangkut keamanan juga," katanya.

Namun demikian, ia berkeyakinan bahwa setiap ada keinginan pasti ada jalan. Apalagi dirinya yang pernah lontang-lantung di berbagai kota setelah usahanya ditipu orang,

Sahabatnya, Wayan, sangat mendukung obsesi sahabatnya itu. Wayan selama ini selalu memberikan dukungan moral bagi Nur yang selama awal-awal berada di Bali, Nur hanya bisa menangis meratapi hidupnya yang sempat kelam.

"Pokoknya saya dukung. Dulu Nur ini kerjanya seharian hanya menangis saat saya temui menggelandang di Terminal Ubung, Denpasar. Sekarang dia sudah bisa bangkit dengan berjualan pulsa ini," kata Wayan yang lahir dan besar di Ubud, Kabupaten Ginayar, ini.
(M026/P004/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011