Terutama terhadap siswa SD dan SMP, kebanyakan dari mereka sulit menerima ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh para guru melalui daring. Tentu ini menjadi permasalahan penting, yang perlu diperhatikan

Tanjungpinang (ANTARA) - Hampir dua tahun kalender masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau menghadapi COVID-19. Selama itu pula, banyak kebiasaan yang terpaksa ditinggalkan untuk mencegah diri agar tidak tertular COVID-19.

Sama seperti provinsi lainnya, kondisi jalan di tujuh kabupaten dan kota wilayah itu sempat sepi dari lalu lalang kendaraan bermotor ketika COVID-19 mengamuk. Ilalang pun tumbuh subur di bangunan perkantoran pemerintahan dan swasta, bahkan sekolah menjadi bangunan tanpa hiruk-pikuk para siswa.

Pertengahan tahun 2020, ruang kelas dan halaman bermain para siswa di sekolah masih kosong. Pada saat itu pula, tidak ditemukan lagi wajah riang siswa SD, SMP dan SMA yang saling berinteraksi, meski pemerintah sudah menyatakan "new normal", hidup berdampingan dengan COVID-19.

Para guru dan siswa "terkurung" di rumah untuk menghindar dari "musuh" yang tidak kasat mata.

Proses pendidikan tetap dilaksanakan oleh para guru, meski secara fisik mereka tidak langsung berinteraksi dengan peserta didik, para pengajar itu pun menyesuaikan diri, mengajar secara daring dengan memanfaatkan aplikasi teknologi komunikasi di ponsel, komputer maupun laptop.

Sejurus dengan kebijakan itu, para orang tua yang sebelumnya tidak mengijinkan putra-putrinya memiliki ponsel karena khawatir mendapat pengaruh negatif dari media sosial, terpaksa merogoh koceknya untuk membelikan ponsel cerdas.

Selama berbulan-bulan, civitas akademika mengalami perubahan. Dunia pendidikan di masa pandemi tidak mempertemukan tenaga pendidik dengan para siswa maupun mahasiswa. Bahkan peserta didik baru tahun 2020, mulai dari SD hingga bangku kuliahan sampai sekarang belum pernah bertemu teman-teman sekelasnya secara fisik.

"Rindu sekolah," kata Ovi, salah seorang siswi SDN di Tanjungpinang, Provinsi Kepri.

Dewi, salah seorang mahasiswi baru di Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang sejak awal perkuliahan sampai sekarang melakukan aktivitas perkuliahan secara daring.

Dodi, siswa SMA di Bintan juga merasakan hal yang sama. Darma, siswa baru di SMP di Batam tidak pernah bertemu langsung teman-temannya di dalam kelas.

Erlan, mahasiswa di Tanjungpinang asal Natuna, yang sudah empat tahun kuliah harus pulang kampung sejak pembelajaran dengan sistem daring. Ia harus terbiasa berinteraksi dengan dosen dan teman-teman sekelasnya secara daring.

"Bosan belajar secara daring. Rindu belajar di dalam kelas. Rindu bercanda dengan teman-teman," katanya.

Banyak pula mahasiswa dan siswa yang sulit menyerap ilmu pengetahuan yang disampaikan dosen dan guru melalui daring. Keterbatasan waktu, jaringan internet yang kerap lelet, dan juga interaksi yang sulit terbangun di ruang kelas dunia maya, menjadi permasalahan yang kerap mengemuka.

Perlu evaluasi

Ketua Dewan Pendidikan Kota Tanjungpinang, Zamzami A Karim, yang juga dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji, mengatakan, sistem pembelajaran secara daring tidak efektif, dan perlu dievaluasi untuk mencegah tidak terjadi kerusakan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas.

"Terutama terhadap siswa SD dan SMP, kebanyakan dari mereka sulit menerima ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh para guru melalui daring. Tentu ini menjadi permasalahan penting, yang perlu diperhatikan," katanya.

Solusi yang sebaiknya dilaksanakan adalah orang-orang yang terlibat dalam dunia pendidikan harus benar-benar hidup berdampingan dengan COVID-19. Pendidikan dengan model pembelajaran tatap muka (PTM) harus dilaksanakan, namun dengan menerapkan protokol kesehatan.

Dinas Pendidikan Kepri maupun kabupaten dan kota harus mampu menyiapkan dan melaksanakan sistem PTM sebagai pedoman teknis yang wajib dilaksanakan pihak sekolah. Kebijakan yang dibangun harus memberi jaminan penyelenggaraan PTM tidak menimbulkan klaster baru COVID-19.

Pengawasan terhadap aktivitas sekolah selama pelaksanaan PTM harus dilakukan secara konsisten sehingga ada jaminan bagi guru, staf sekolah dan siswa tidak tertular COVID-19.

"Jadi tidak cukup sekolah menyiapkan tempat cuci tangan, alat pengukur suhu, dan menjamin seluruh orang-orang di sekolah menggunakan masker. Harus ada sistem pengawasan yang dibangun sehingga bagi pelanggarnya, yang potensial menimbulkan permasalahan di sekolah, dikenakan sanksi," katanya.

PTM terbatas

Gaung PTM terbatas kembali bergema di bumi Kepri seiring penurunan jumlah pasien COVID-19. Gubernur Ansar Ahmad menginginkan PTM dilaksanakan secara terbatas mulai 1 Oktober 2021.

Ansar sebulan yang lalu, sudah "menginjak rem" ketika Pemkot Tanjungpinang mengeluarkan kebijakan PTM terbatas. Kebijakan itu akhirnya dibatalkan setelah para orang tua menandatangani di atas materai Rp10.000 untuk bersedia putra-putrinya mengikuti PTM terbatas.

Saat ini Gubernur mulai "ngegas" seiring dengan persentase jumlah guru dan siswa yang sudah disuntik vaksin dosis pertama di atas 74 persen. Vaksinasi dosis kedua untuk membentuk sistem kekebalan tubuh bagi para guru dan siswa juga masih berjalan.

Selain itu, Pemprov Kepri juga mempertimbangkan jumlah kasus baru COVID-19 juga sudah drastis menurun, sejalan dengan jumlah pasien yang sembuh semakin tinggi. Jumlah pasien yang meninggal dunia akibat COVID-19 di kabupaten dan kota juga drastis menurun.

"Saya sejak awal sudah tegaskan, tidak menolak PTM terbatas, tetapi harus terukur. Ada instrumen dan kajiannya sesuai kebijakan pusat sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru, seperti muncul klaster baru di sekolah," katanya.

Keinginan Ansar untuk menyelenggarakan PTM terbatas belum tentu dilaksanakan bila masih ada siswa dan guru tidak konsisten menerapkan protokol kesehatan. Kenapa? Karena keselamatan para guru dan siswa merupakan tanggung jawab negara dan pemerintah.

"Ketaatan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan merupakan kewajiban di masa pandemi ini. Kami tidak ingin ada klaster baru, terutama klaster kelas atau sekolah. Kami ingin sekolah dengan nyaman dan sehat melaksanakan PTM terbatas," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Kepri Muhamad Dali menyatakan seluruh sekolah sudah siap melaksanakan PTM terbatas. Setiap sekolah akan dibentuk Satgas Penanganan COVID.

Disdik Kepri memberi keleluasaan kepada pihak sekolah untuk mengatur jumlah siswa di dalam kelas, namun tidak boleh melebihi 50 persen dari kapasitas kelas.

"Ukuran kelas di sekolah tidak selalu sama, tentu pihak sekolah yang lebih mengetahuinya sehingga dapat memutuskan berapa jumlah maksimal siswa di dalam PTM terbatas," kata Dali.

Ia menjelaskan seluruh guru wajib menjalani tes antigen di awal penyelenggaraan PTM terbatas. Namun tes antigen tersebut tidak berbayar, melainkan diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kepri.

"Cukup sekali tes antigen, karena itu prosedur yang wajib dilaksanakan," katanya.

Saat ini, kata dia jumlah sekolah di Kepri SDN 639 unit, SD swasta 345 unit. Sementara jumlah SMPN 243 unit dan SMP swasta 469 unit. Jumlah SMAN di Kepri 100 unit, dan SMA swasta 96 unit.

Level II

Satgas COVID-19 Kepri merasa optimistis Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah itu turun dari Level III ke Level II.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Kepri Tjetjep Yudiana mengatakan, penurunan level PPKM di wilayah itu potensial ditetapkan pemerintah pusat pada Senin pekan depan setelah terjadi penurunan angka kematian, perawatan dan konfirmasi pasien baru COVID-19.

"Kami yakin dan optimistis, enam kabupaten dan kota di Kepri, kecuali Tanjungpinang turun dari Level III PPKM ke Level II, karena syarat-syaratnya terpenuhi," katanya.

Ia mengemukakan salah satu alasan Tanjungpinang belum dapat turun ke Level II PPKM yakni jumlah pasien yang dirawat masih relatif banyak, meski jumlah pasien yang meninggal dunia dan kasus baru COVID-19 turun drastis.

Pasien yang dirawat di sejumlah rumah sakit di Tanjungpinang, contohnya Rumah Sakit Raja Ahmad Thabib, tidak seluruhnya warga Tanjungpinang, melainkan juga warga Kabupaten Bintan.

"Ya, itu risiko sebagai ibu kota provinsi, yang berbatasan dengan Bintan," katanya.

Tjetjep mengatakan jumlah kasus aktif COVID-19 di Kepri berdasarkan data 17 September 2021 sebanyak 467 orang, turun drastis sejak 1,5 bulan lalu yang lebih dari 7.000 orang. Kasus aktif COVID-19 di Kepri tersebar di Batam 115 orang, Tanjungpinang 136 orang, Bintan 82 orang, Karimun 48 orang, Anambas 15 orang, Lingga 22 orang, dan Natuna 49 orang.

Ia mengungkapkan jumlah pasien COVID-19 di wilayah itu bertambah 47 orang sehingga menjadi 53.308 orang, tersebar di Batam 25.806 orang, Tanjungpinang 10.062 orang, Bintan 5.529 orang, Karimun 5.352 orang, Anambas 1.827 orang, Lingga 2.300 orang, dan Natuna 2.432 orang.

Jumlah pasien yang sembuh dari COVID-19 di Kepri bertambah 51 orang sehingga menjadi 51.114 orang, tersebar di Batam 24.860 orang, Tanjungpinang 9.530 orang, Bintan 5.270 orang, Karimun 5.152 orang, Anambas 1.766 orang, Lingga 2.194 orang, dan Natuna 2.342 orang.

Sementara jumlah pasien yang meninggal dunia bertambah 4 orang sehingga menjadi 1.727 orang, tersebar di Batam 831 orang, Tanjungpinang 396 orang, Bintan 177 orang, Karimun 152 orang, Anambas 46 orang, Lingga 84 orang, dan Natuna 41 orang.

"Kami imbau masyarakat untuk menaati protokol kesehatan saat beraktivitas," katanya.

Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021